”Perubahan Iklim Akibat Keserakaan Manusia Mengeksplotasi SDA” Dua hari berturut – turut masyarakat adat Pnu Mesem melakukan kegiatan Fokus Group Diskusi (FGD) kearifan lokal dalam adaptasi perubahan iklim. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 10 – 11 April 2013, dipusatkan di kantor Desa Messa, Kab. Halmahera Tengah. Hadir dalam kegiatan tersebut Pengurus AMAN Maluku Utara, tokoh – tokoh adat, perempuan adat dan pemuda adat. Isu perubahan iklim telah mempengaruhi kehidupan masyarakat adat Pnu Mesem, mulai dari pergeseran pemukiman penduduk sekitar 100 meter lebih dari 50 tahun terakhir dan semakin mengecilnya Pulau Mtu Mya karena abrasi pantai, hujan sampai menyebabkan banjir bahkan juga kalender musim di kampung yang sering berubah tak menentu. Walaupun demikian, masyarakat adat Pnu Mesem belum menyadari bahwa ancaman ini adalah bahaya iklim yang saat ini hangat didiskusikan di tingkat lokal, nasional dan internasional. Masyarakat adat menganggap ini peristiwa yang terjadi karena kehendak Tuhan, bukan ulah manusia yang rakus SDA. Udi Lasa, salah satu tokoh masyarakat adat di kampung ini mengemukakan bahwa mereka baru tau bahwa ancaman dari perubahan iklim ini akibat dari keserakahan manusia untuk mengeksploitasi SDA ”Terus terang kami baru tau bahwa kegiatan tambang itu berkontribusi terhadap perubahan iklim”, terangnya. Dalam materi yang disampaikan oleh Munadi Kilkoda, Deputi AMAN Maluku Utara, mengatakan bahwa, perubahan iklim bukanlah hal yang baru, isu ini sudah sekian tahun dibahas oleh pemerintah maupun kelompok kepentingan seperti LSM, perusahan maupun kalangan perguruan tinggi. Sayangnya pembahasan ini tidak sampai di telinga masyarakat adat. Masyarakat adat yang memiliki hak atas tanah, wilayah dan SDA bahkan menjadi korban dari perbuatan orang lain, ”Masyarakat adat ini sekian ratus tahun sudah menjaga hutan, tapi pemerintah memberikan kuasa hutan kita itu kepada perusahan, lalu mereka mengekploitasi hutan kita dan kita harus menghadapi masalah seperti saat ini”, ungkapnya. Lanjut Munadi, masyarakat adat ini tidak bisa dipisahkan dengan alam, karena disitulah mereka bisa membangun hidup dari turun – temurun. Tanah, air dan hutan itu adalah kehidupan masyarakat adat. Munadi berhadap masyarakat adat Pnu Mesem bisa melihat kearifan lokal yang mereka miliki sebagai modal sosial dalam menjaga kampung ini dengan sumberdaya alam yang dimiliki untuk masa depan generasi. Inventarisasi kearifan lokal masyarakat adat Pnu Mesem menemukan seperti remen (O Hati) alat untuk menangkap ikan, Musyawarah Sem Rom (Pala Hutan) untuk kegiatan panen pala, Kot (Larangan) yang dipergunakan saat musim menanam di kebun, Rom – Woe – Boten (Hutan – air – tanah) sebagai tempat membangun hidup. Masyarakat adat Pnu Mesem juga mengidentifikasi batas wilayah adat mereka berdasarkan sejarah leluhur yang hidup lebih dulu di kampung. Diakhir proses kegiatan, masyarakat adat Pnu Mesem bersepakat bahwa menjaga alam dengan melestarikan dan mempraktekan kearifan lokal, menjadi keharusan untuk masa depan anak – cucu mereka. Mereka berhadap Wlon (kepala kampung) dan Mahimo (pembantu) harus dimunculkan kembali sebagai tatanam pemerintahan adat yang tugasnya menjaga kearifan lokal di kampung ini, (Ubaidi Abd. Halim)