Rangkas Bitung, 3 April, 2013. Ada 17 utusan Kasepuhan Banten Kidul Kabupaten Lebak dan Kabupaten Sukabumi hadir dalam SEMILOKA dan KONSOLIDASI Masyarakat Adat Banten Kidul, pada tanggal 26-28 Maret, 2013 lalu. Pertemuan ini merespon situasi perkembangan terakhir Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (KTNGHS) atas perubahan fungsi Kawasan Hutan Lindung, Hutan Produksi Tetap, Hutan Produksi Terbatas, pada Kelompok Gunung Hutan Halimun dan Kelompok Hutan Gunung Salak Seluas 113.357 Ha di Propinsi Jawa Barat dan Banten, mengaburkan bentuk legalitas pengakuan keberadaan dan perlindungan masyarakat dalam pengelolaan lahan serta sumberdaya alam, baik itu masyarakat adat maupun masyarakat lokal. Bahwa ada areal pemukiman dan lahan pertanian masyarakat yang telah ada dalam kawasan hutan sebelum tahun 2003 yang diubah fungsinya dari TN menjadi kawasan hutan dengan fungsi lain, disarankan untuk dikeluarkan dari kawasan hutan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Sementara TNGHS masih bertahan dengan memanfaatkan zona khusus sebagai ruang kolaborasi masyarakat dan Balai TNGHS. Peluang pengakuan dan perlindungan keberadaan masyarakat adat Banten Kidul dalam bentuk SK Bupati atau pun Perda Lebak tetap menjadi tuntutan masyarakat Kasepuhan yang terus diperjuangkan. Pertemuan yang diprakarsai oleh Satuan Adat Banten Kidul (SABAKI) dan RMI ini mengusung tema “Membaca Bentuk-bentuk Pilihan Hukum Upaya Penyelesaian Konflik Tenurial di Kawasan Halimun-Salak: Saatnya Tentukan Pilihan Sendiri!!!”. Tuntutan dari perwakilan 17 Kasepuhan di Kabupaten Lebak dan Sukabumi tersebut:

  1. Masyarakat adat tidak boleh diganggu hak-hak nya, termasuk hak untuk hidup aman dan nyaman.
  2. Menuntut untuk tetap merevisi SK MenHut No. 175/ Kpts-II/ 2003 dan kembalikan hak kami
  3. Hilangkan zonasi Taman Nasional
  4. Jangan ada diskriminasi kepada masyarakat adat
  5. Adanya pengakuan dan perlindungan Masyarakat Kasepuhan baik melalui SK Bupati maupun Peraturan Daerah
  6. Enclave : HARGA MATI; Perda Adat: MERDEKA! .//***