Jakarta, 9 April 2013, Hasil audiensi AMAN bersama Koalisi Masyarakat Sipil dengan Komisi IV DPR-RI Senin (8/4) kemarin, ternyata tidak membuahkan hasil sebagaimana diharapkan koalisi. Meski sejumlah pasal dalam RUU itu dianggap koalisi bermasalah. Komisi IV tetap akan membawa Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemberantasan Pengrusakan Hutan (P2H) ke Paripurna DPR tanggal 12 untuk disahkan. DPR berpandangan RUU tersebut digunakan untuk tindakan pemberantasan dan meminimalisir praktik usaha pertambangan dan perkebunan di kawasan hutan secara melanggar hukum. Sebagai sebuah institusi, DPR sudah lama dikritik tidak bekerja dalam menyelesaikan persoalan bangsa. Memperbanyak RUU untuk disahkan menjadi UU sepertinya menjadi cara untuk menjawab kritik tersebut. Diantaranya RUU P2H, RUU Ormas, RUU Pertanahan dan RUU lainnya. Menurut Direktur Hukum dan HAM PB AMAN, Erasmus Cahyadi. Dari segi kualitas legislasi, sebagian besar RUU itu tidak dikerjakan dalam bingkai reformasi hukum termasuk serangkaian RUU di sektor Sumber Daya Alam (SDA). Karena reformasi hukum menghendaki adanya kejelasan mengenai TATA KUASA atas SDA termasuk hutan. “DPR alpa membaca persoalan ini yang tercermin dalam sekian RUU yg mereka siapkan,” katanya. RUU P2H sama sekali keluar dari kerangka reformasi hukum sektor kehutanan. RUU ini tidak mencerminkan semangat reforma agraria dan pengelolaan sumber daya alam sebagaimana diamanatkan dalam Tap MPR No. IX/2001, tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Mengerucut pada RUU P2H, karena materi penolakan koalisi tidak menyurutkan langkah Komisi IV untuk tetap memajukan RUU itu ke Paripurna yang kemungkinan besar akan ditetapkan jadi UU, maka koalisi akan melakukan upaya-upaya hukum. Salah satunya adalah mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. Pilihan ini paling rasional karena DPR terkesan memaksakan kehendaknya tanpa melihat dampak dari isi RUU yang dianggap bermasalah pada sejumlah pasal. Meski DPR berargumen menerima masukan sebelum disahkan, namun batas waktu dua hari agar masyarakat segera memberikan masukan ke Panja atau ke sejumlah fraksi merupakan hal yang tak masuk akal. “Kalau itu yang terjadi maka RUU P2H ini menjadi UU terlucu yang saya tahu, karena baru disahkan jadi UU sudah diuji materiil-kan di MK,” pungkas Erasmus.