
Tim Advokasi Tempayung Tempuh Jalur Hukum, Laporkan Majelis Hakim ke Komisi Yudisial
21 Mei 2025 Berita volunteer Infokom PB AMANOleh : Melani Dwi Khotimah
Tim Advokasi Tempayung bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan profesi hakim dalam sidang kasus kriminalisasi Kepala Desa Tempayung, Syachyunie di Kabupaten Kotawaringin Barat ke Komisi Yudisial pada Senin, 19 Mei 2025.
Gregorius Retas Daeng, penasihat hukum AMAN, menyatakan tiga majelis hakim yang memimpin persidangan Syachyunie diduga telah mengabaikan prinsip keadilan dan melanggar prosedur hukum.
“Seharusnya mereka menjadi pilar utama dalam urusan penegakan hukum, dan bagian dari sentra untuk perlindungan Hak Asasi Manusia, terutama bagi Masyarakat Adat dan orang-orang kecil yang sedang menanggung beban,” ujar Gregorius usai melaporkan tiga majelis hakim yang memimpin persidangan Syachyunie ke Komisi Yudisial.
Dalam laporannya, tim Advokasi Tempayung melampirkan dokumen-dokumen pendukung, termasuk surat laporan resmi, surat kuasa hukum, serta bukti-bukti tambahan yang memperkuat dugaan pelanggaran etik oleh majelis hakim.
Tim advokasi Tempayung menilai kasus kriminalisasi terhadap Kepala Desa Tempayung mencerminkan ketimpangan sistem peradilan terhadap Masyarakat Adat. Tim mendesak Komisi Yudisial melakukan investigasi independen dan menjatuhkan sanksi tegas jika terbukti ada pelanggaran etik.
“Komisi Yudisial memiliki kewenangan untuk menindak dan memberikan sanksi kepada hakim yang terbukti melanggar, terutama ketika fakta-fakta sudah terang dan spesifik,” tandas Gregorius.
Ia berharap kehadiran mereka ke Komisi Yudisial membawa angin segar, terutama bagi Masyarakat Adat yang sedang memperjuangkan haknya atas 20 % plasma yang sampai hari ini belum diberikan oleh PT. Sungai Rangit.
Aksi Solidaritas
Sejumlah organisasi masyarakat, mahasiswa, dan perwakilan Masyarakat Adat yang tergabung dalam Koalisi Keadilan untuk Tempayung menggelar aksi solidaritas di depan Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah, Palangka Raya pada Selasa, 6 Mei 2025.
Mereka menuntut agar Kepala Desa Tempayung, Syachyunie, yang sedang menempuh proses banding, dibebaskan dari segala jeratan hukum. Proses hukum yang dijalani dinilai tidak mempertimbangkan realitas sosial dan adat sebagai konteks utama perkara.
Agung Sesa, juru bicara Koalisi Keadilan, menyatakan bahwa proses hukum terhadap Syachyunie sarat kekeliruan prosedural dan cacat pembuktian.
“Atas nama keadilan, kami minta Kepala Desa Tempayung Syachyunie dibebaskan,” seru Agung saat menggelar aksi damai di Palangka Raya.
Dalam aksi ini, Koalisi Keadilan menyampaikan sejumlah poin kritis atas jalannya persidangan, diantaranya penuntut umum hanya mengulang dakwaan tanpa menanggapi substansi pembelaan, tindakan yang didakwakan merupakan hasil dari ritual adat kolektif tapi hanya Kepala Desa Tempayung Syachyunie yang diproses secara hukum sehingga bertentangan dengan asas penyertaan pidana dalam KUHP.
Namun anehnya, meski hakim mengakui adanya motif sosial dalam tindakan Syachyunie, hal ini tidak dijadikan dasar pemaaf atau pertimbangan untuk menerapkan keadilan restoratif. Kemudian, dalam salinan putusan, majelis hakim mencantumkan nama saksi ahli yang tidak pernah hadir dalam persidangan. Hal ini dianggap sebagai bentuk peradilan sesat.
Syachyunie Divonis Enam Bulan Penjara
Kepala Desa Tempayung Syachyunie divonis enam bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pangkalan Bun pada 25 Maret 2025. Putusan ini memicu gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat yang mendesak agar putusan dibatalkan dan Syachyunie dibebaskan.
Gregorius menyatakan keputusan majelis hakim telah mengabaikan keadilan dan sarat muatan politis. Menurutnya, majelis hakim cenderung mengakomodasi seluruh dakwaan dan saksi dari jaksa, serta menolak pembelaan yang diajukan oleh pihak terdakwa.
Putusan ini, katanya, menunjukkan bahwa seseorang bisa dipaksa bersalah meski tidak melanggar hukum. Ia juga menyesalkan bahwa dalam putusan, eksistensi Masyarakat Adat Tempayung dikaburkan demi legalitas formil.
“Kami akan terus berjuang,” tegasnya.
Gregorius yakin di atas hakim masih ada leluhur, masih ada yang Maha Kuasa.
“Kita tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan,” pungkasnya.
***
Penulis adalah volunteer Infokom PB AMAN