AMAN Menggelar Pelatihan Jurnalis Masyarakat Adat di Bali : Menempa Jurnalis Berpikir Kritis
18 November 2025 Berita Komang Era PatrisyaOleh Komang Era Patrisya
Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bali menggelar pelatihan Jurnalis Masyarakat Adat dengan tema “Kabar dari Masyarakat Adat kepada Dunia”.
Pelatihan yang difasilitasi oleh Infokom PB AMAN ini berlangsung mulai 12 -14 November 2025 di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali. Pelatihan yang diikuti perwakilan dari komunitas anggota AMAN Bali ini bertujuan untuk memperluas pemahaman cara berpikir seorang jurnalis dalam memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat.
Dalam pelatihan yang berlangsung selama tiga hari ini, peserta dibekali teori dasar pembuatan laporan yang sesuai kaidah jurnalistik yakni lengkap, akurat, dan mudah dipahami. Agung Sedayu mengatakan bahwa lengkap atau tidaknya laporan tidak tergantung pada panjang atau pendeknya tulisan, melainkan isi dari laporan yang disampaikan.
Selain materi teori, peserta juga melakukan praktik peliputan di sekitar Lokasi pelatihan. Hasil liputan tersebut kemudian dibahas dan dikoreksi oleh para narasumber.
Ketua Pengurus Harian AMAN Wilayah Bali, Jro Pasek Putu Srengga menyatakan pelatihan jurnalistik ini memiliki peran penting bagi Masyarakat Adat. Ia juga menekankan pentingnya peran Jurnalis Masyarakat Adat karena menjadi ujung tombak AMAN dalam menyampaikan informasi dari desa adat kepada publik.
“Dengan peran ini, nilai-nilai tradisi Bali dapat tetap terjaga dan diketahui secara luas,” kata Jro Pasek dalam sambutannya pada acara penutupan pelatihan Jurnalis Masyarakat Adat di Desa Adat Les, Jum’at (14/11/2025).
Pada kesempatan ini, Jro Pasek juga mengingatkan pentingnya menjaga marwah desa adat Bali di tengah gempuran budaya luar.
Senjata Strategis
Ketua Umum Asosiasi Jurnalis Masyarakat Adat Nusantara Apriadi Gunawan menekankan dalam pelatihan ini bahwa Jurnalis Masyarakat Adat bukan sekadar pencatat peristiwa. Menurutnya, Jurnalis Masyarakat Adat merupakan “senjata strategis” untuk mempertahankan hak-hak Masyarakat Adat, terutama menghadapi ancaman terhadap wilayah adat maupun ketidakadilan informasi yang kerap merugikan komunitas Masyarakat Adat.
“Jurnalis Masyarakat Adat bukan sekedar pencatat peristiwa, pencatat berita, tapi kawan-kawan adalah seorang pejuang. Pejuang untuk mengabarkan semua kedaulatan yang ada di wilayah adat Bali ini kepada dunia luar”, ucapnya dengan penuh semangat.
Apriadi yang turut menjadi narasumber dalam pelatihan ini meminta kepada pengurus AMAN Bali untuk melibatkan Jurnalis Masyarakat Adat dalam setiap kegiatan agar dapat dipublikasikan secara luas ke masyarakat.

Peserta pelatihan Jurnalis Masyarakat Adat sedang memaparkan hasil praktek liputan di lapangan. Dokumentasi AMAN
Berpikir Lebih Kritis
Ayu Dwitasari (31), salah satu peserta mengaku pelatihan Jurnalis Masyarakat Adat ini memberikan pengalaman berkesan dan memperluas pemahaman mengenai cara berpikir sebagai seorang jurnalis. Ia merasa terdorong untuk menjadi individu yang lebih kritis dan skeptis dalam melihat sebuah peristiwa.
“Saya beruntung ikut pelatihan Jurnalis Masyarakat Adat ini, banyak pengetahuan yang didapat. Pastinya, pelatihan ini menempa kita menjadi lebih kritis dalam melihat peristiwa,” kata Ayu Dwitasari usai penutupan pelatihan pada Jum’at, 14 November 2025.
Ayu menilai pelatihan ini cukup berhasil. Dikatakannya, materi pelatihan yang disampaikan para narasumber juga berbobot. Ia pun menyampaikan terima kasih kepada AMAN atas terselenggaranya pelatihan ini, serta berharap kegiatan serupa dapat kembali diberikan kepada komunitas Masyarakat Adat lainnya di Bali.
Hal senada disampaikan peserta lainnya Nyoman Widiem (41) yang mengaku bahwa ini pertama kali dirinya mengikuti pelatihan jurnalis. Menurutnya, tantangan terbesar ketika mengikuti pelatihan adalah ketika harus menuangkan pikiran ke dalam tulisan yang memenuhi unsur jurnalistik, seperti kejelasan data, ketepatan fakta, dan acuan lapangan yang valid.
“Baru hari ini saya merasakan betapa beratnya tantangan seorang jurnalis,” ujarnya.
Namun demikian, Widiem merasa mendapatkan pemahaman baru setelah mengikuti pelatihan jurnalis selama tiga hari. Ia lebih percaya diri untuk mulai menulis kegiatan-kegiatan yang ada di desa adat.
“Ini waktunya saya menulis,” ucapnya sembari berharap para peserta lainnya juga bisa aktif menulis dan terus bersemangat untuk mengabarkan berita-berita yang ada di komunitas masing-masing.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Bali