Sesi Keenam, 8-12 Juli 2013 Kantor Persatuan Bangsa-Bangsa di Jenewa, Swiss Disampaikan oleh: Patricia Miranda Wattimena Agenda 5: Kajian mengenai akses terhadap keadilan dalam promosi dan perlindungan hak-hak masyarakat adat Bapak/Ibu Pimpinan,z anggota Ahli, delegasi pemerintah, serta saudara dan saudari Masyarakat Adat, Saya menyampaikan intervensi ini atas nama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dari Indonesia, organisasi masyarakat adat yang beranggotakan 2240 komunitas adat dengan populasi sekitar 15 hingga 17 juta orang. AMAN menyambut baik rancangan kajian mengenai akses terhadap keadilan dalam promosi dan perlindungan hak-hak masyarakat adat. Kami secara khusus menghargai dan mendukung saran Mekanisme Ahli no. 10 kepada negara-negara anggota mengenai implementasi keputusan pengadilan terkait pengakuan hak masyarakat adat atas tanah, wilayah, dan sumber daya alam. Di Indonesia, selama lebih dari sepuluh tahun, Undang-Undang Kehutanan telah digunakan oleh pemerintah Indonesia sebagai instrumen untuk mencabut hak masyarakat adat atas tanah, wilayah, dan sumber daya alam. Hutan adat direbut dan dialihkan menjadi Hutan Negara. Selanjutnya atas nama Negara, hutan itu diberikan kepada sektor-sektor swasta melalui beragam skema konsesi tanpa mempertimbangkan atau menghormati hak masyarakat adat yang tinggal di wilayah tersebut. Terlihat jelas bahwa ketiadaan pengakuan terhadap hak masyarakat adat, terutama atas tanah, wilayah, dan sumber daya alam serta sistem pengadilan dan lembaga adat, mengarah kepada kurangnya akses terhadap keadilan yang dihadapi oleh masyarakat adat di Indonesia. Mahkamah Konstitusi Indonesia, melalui putusannya yang dibacakan pada 16 Mei 2013, secara nyata mengakui kepemilikan masyarakat adat atas hutan adat mereka. Putusan ini mengubah status area hutan adat menjadi kategori yang berbeda dengan area Hutan Negara. Melihat perkembangan yang terjadi, kami ingin mengapresiasi upaya Pemerintah Indonesia terkait hal ini. Akan tetapi, kami sangat mengkhawatirkan eskalasi konflik agraria yang diakibatkan oleh kurangnya akses terhadap keadilan yang dihadapi oleh masyarakat adat di Indonesia. Kami yakin, sebagai salah satu negara anggota PBB yang mengadopsi UNDRIP (Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat) pada tahun 2007, sangatlah penting bagi Indonesia untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak masyarakat adat. Karenanya, dibutuhkan segera legislasi nasional yang mengakui hak-hak masyarakat adat, karena ketiadaan pengakuan terhadap masyarakat adat di Indonesia merupakan salah satu penyebab langsung diskriminasi dan pelanggaran hak mereka atas akses terhadap keadilan. Karenanya, kami menghargai upaya Pemerintah Indonesia dalam merumuskan Rancangan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat. Tetapi sangat disesalkan, bahwa dalam rancangan terbaru, masih belum ada pengakuan atas sistem keadilan dan lembaga adat. Lembaga adat masih didefinisikan sebagai bentukan dan di bawah kendali pemerintah. Kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk memperbaiki muatan Rancangan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat melalui partisipasi penuh perwakilan masyarakat adat sehingga rancangan itu dapat secara menyeluruh mengangkat kebutuhan dan kekhawatiran komunitas masyarakat adat. Lebih jauh lagi, kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang itu untuk melindungi hak-hak masyarakat adat secara legal dan efektif sesuai dengan UNDRIP. Selanjutnya, kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk meninjau ulang kebijakan-kebijakan pemerintah, baik di tingkat nasional, maupun lokal serta mengamandemen, membatalkan, atau menghapuskan undang-undang atau regulasi apa pun yang berpotensi mendiskriminasi masyarakat adat dan melanggar hak-hak masyarakat adat, terutama hak mereka atas akses terhadap keadilan. Akhirnya, kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk membangun sebuah mekanisme berdasarkan pengakuan penuh terhadap kepemilikan masyarakat adat atas hutan adat mereka sebagaimana diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi dalam uji materi Undang-Undang Kehutanan dan untuk mengawasi implementasi putusan Mahkamah Konstitusi, serta untuk melindungi dan mempromosikan hak-hak masyarakat adat, terutama memastikan pemenuhan hak mereka atas akses terhadap keadilan.

Writer : |