Oleh Nesta Makuba

Masyarakat Adat Suku Bhuyaka di tepi Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua hingga kini masih menjalankan tradisi Kafela atau Molo Ikan, sebuah warisan leluhur yang sarat dengan nilai kearifan lokal.  

Tradisi ini bukan sekadar aktivitas menangkap ikan, tetapi juga mencerminkan seni bertahan hidup Masyarakat  Adat di Sentani, Papua.

Molo ikan adalah teknik menangkap ikan dengan cara menyelam langsung ke dasar danau, menggunakan alat tradisional seperti  tombak besi. Dalam bahasa lokal tombak besi itu disebut khonim. 

Laki-laki Sentani punya keterampilan menyelam, sambil meraba celah bebatuan di dasar danau. Cara ini mereka lakukan untuk menangkap ikan yang sedang bersembunyi di balik bebatuan. Hasil tangkapan kemudian dibawa ke permukaan untuk dikonsumsi bersama keluarga atau dijual di pasar lokal.

Edwin Epaa, salah seorang Masyarakat Adat Bhuyaka menyatakan tradisi yang dilakukan Masyarakat Adat di Sentani ini bukan hanya soal keterampilan, tetapi juga sebuah warisan leluhur yang mengajarkan ketekunan, kesabaran serta kemampuan membaca tanda-tanda alam.

Menurutnya, tradisi kafela atau Molo ikan ini bukan sekadar mencari makan, tetapi juga menjaga hubungan dengan danau yang sudah memberi kehidupan bagi Masyarakat Adat sejak dulu,

“Tradisi ini bukan sekedar mencari ikan, tetapi sebagai bentuk penghormatan sekaligus  menjaga hubungan dengan alam dan danau sekitar,”  kata Edwin Epaa saat dijumpai di Danau Sentani belum lama ini.

Edwin mengaku telah terbiasa menjalankan rutinitas kafela atau molo ikan di Danau Sentani. Selain mendatangkan manfaat ekonomi, imbuhnya, tradisi molo ikan juga memiliki dimensi sosial dan budaya. Edwin menyatakan aktivitas ini sering dilakukan secara berkelompok atau per orangan dalam bentuk kegiatan adat di kampung. Sebab, kegiatan ini ditengarai dapat memperkuat rasa kebersamaan.

Tradisi ini juga kerap ditampilkan dalam acara Festival Danau Sentani sebagai atraksi budaya yang menarik perhatian wisatawan, sekaligus menjadi pengingat bahwa Masyarakat Adat Sentani hidup selaras dengan alam.

“Kalau ondofolo atau orang-orang adat mau bikin acara di kampung, biasa kami molo ikan. Hasil tangkapan ikannya untuk dimakan di acara,” terangnya.

Edwin menyebut jenis ikan yang menjadi target tangkapan saat molo ikan di Danau Sentani adalah ikan gabus, mujahir, gastor, kandey (jenis gete-gete).

Ikan tangkapan Masyarakat Adat di Danau Sentani Papua. Dokumentasi AMAN

Seni Bertahan Hidup

Ondofolo Nendali Yan Piet Wally menegaskan Suku Bhuyaka tidak bisa lepas dari tradisi kafela atau  molo ikan, karena seluruh aktivitas kehidupan mereka berada di atas danau. Sehingga tidak mengherankan jika tradisi molo ikan dirawat hingga kini sebagai satu mata pencaharian yang masih terus dilakukan oleh Suku Bhuyaka.

“Melekat pada setiap laki-laki Bhuyaka, karena seluruh kegiatan mereka di atas danau, jadi mau tidak mau mereka harus molo ikan untuk bertahan hidup,” ungkap Yan Piet Wally.

Pernyataan yang sama juga diungkap salah satu pemuda asal Bhuyaka Penias Ibo, yang menyatakan bahwa molo ikan merupakan sebuah tradisi. Mereka menghidupi keluarga dengan mencari ikan. Selain menangkap, mereka juga menjaring dan membuat tambak ikan di Danau Sentani. Cara ini biasa dilakukan untuk menghidupi keluarga mereka.

“Kami lakukan semua cara itu sebagai bagian dari cara kami untuk bertahan hidup,“ tuturnya.

Penias mengatakan molo ikan ini masih tetap dipertahankan sebagai sebuah tradisi yang  relevan dengan perkembangan zaman. Masyarakat Adat Bhuyaka percaya bahwa kearifan lokal seperti inilah yang membuat mereka mampu bertahan melewati berbagai tantangan zaman.

“Tradisi ini membuktikan bahwa seni bertahan hidup tidak hanya terletak pada kemampuan fisik, tetapi juga pada sikap menghargai alam dan warisan budaya,” tutupnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Jayapura, Papua

Writer : Nesta Makuba | Jayapura, Papua
Tag : Masyarakat Adat Papua Tradisi Molo Ikan Bertahan Hidup