Oleh Samsir

Masyarakat Adat Suku Taa Bungku Utara dan Mamosalato di  Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah mendesak perusahaan kelapa sawit PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS) untuk segera meninggalkan wilayah adat mereka.

Keberadaan perusahaan kelapa sawit tersebut dinilai telah mengancam eksistensi Masyarakat Adat yang selama ini hidup harmoni dengan alam.

Ketua Adat Suku Taa, Dahlan Pandauke mengatakan hidup Masyarakat Suku Taa selama ini sangat harmoni.  Tidak ada perampasan lahan dan pencemaran lingkungan. Namun, ketenangan itu seketika berubah menjadi potret menyeramkan setelah hadirnya perusahaan kebun kelapa sawit KLS  di komunitas Masyarakat Adat Suku Taa.

Pelan tapi pasti, perusahaan sawit tersebut telah merampas wilayah adat dan mengancam keberlangsungan Masyarakat Adat.

"Ini ancaman bagi Masyarakat Adat Suku Taa, perkebunan kepala sawit skala besar yang ada di wilayah adat mengancam serta menyingkirkan Masyarakat Adat dari ruang ekonomi, sosial dan budaya," kata Dahlan Pandauke belum lama ini.

Hal senada disampaikan oleh tokoh Masyarakat Adat Suku Taa lainnya, Nasrun Mbau bahwa perusahaan sawit KLS tidak hanya mencaplok wilayah adat di Bungku Utara dan Mamosalato, tapi juga mengancam eksistensi Masyarakat Adat di Morowali Utara.

Nasrun menyebut perusahaan ini juga telah merampas wilayah adat di Desa Singkoyo Suku Taa.

"Kita duga perusahaan KLS menjalankan bisnis perkebunannya dengan merampas tanah Masyarakat Adat. Cara seperti ini tidak boleh dibiarkan terus,  Masyarakat Adat Suku Taa akan terus berjuang melawannya hingga wilayah adat kami kembali,” tegasnya.

Tuntutan Masyarakat Adat Suku Taa

Masyarakat Adat Suku Taa telah mengajukan protes kepada pemerintah, sekaligus menuntut keadilan atas hak-hak Masyarakat Adat yang telah disingkirkan akibat ekspansi perusahaan KLS.

Tujuh butir tuntutan telah mereka layangkankepada Pemerintah Kabupaten Morowali Utara, meliputi  perusahaan KLS harus mengeluarkan legalitas setiap blok yang diklaim sebagai inti perkebunan, tanah adat  Desa Taronggo, Momo, dan Pandauke  wajib dikembalikan kepada Masyarakat Adat, lahan inti yang tidak dapat dibuktikan legalitasnya akan diambil alih oleh Masyarakat Adat, sertifikat Masyarakat Adat yang dipakai mengurus izin harus segera dikembalikan, lahan pembelian PT KLS harus ditempatkan sesuai posisi dan pembelian aslinya,  tanah yang dibeli PT KLS dari pihak yang bukan pemilik sahnya akan diambil alih oleh pemilik asli, karyawan PT KLS yang mempermainkan tanah Masyarakat Adat harus ditindak tegas.

Pemukiman Masyarakat Adat Suku Taa di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Dokumentasi AMAN

Satgas Tertibkan Lahan Perusahaan Sawit

Atas tuntutan dari Masyarakat Adat ini, tim Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) telah melakukan tindakan tegas dengan menyegel lahan perkebunan kelapa sawit milik PT Kurnia Luwuk Sejati yang beroperasi di Kecamatan Toili, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.

Satgas ini telah menertibkan kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas 861,61 hektar yang telah ditanami kelapa sawit oleh perusahaan KLS.

Selain HTI, Satgas PKH juga menertibkan kawasan Konservasi Suaka Marga Satwa Bakiriang seluas 3.783,91 hektar, yang didalamnya terdapat tanaman kelapa sawit milik perusahaan  KLS. Satgas PKH telah memasang plang sebagai penanda bahwa kawasan itu milik negara.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Sulawesi Tenggara

Writer : Samsir | Sulawesi Tenggara
Tag : Masyarakat Adat Suku Taa Mendesak Perusahaan Sawit Tinggalkan Wilayah Adat