Oleh Mina Setra dan Della Azzahra

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi menyatakan bahwa saat ini kita berada diambang kekalahan dalam perjuangan melawan perubahan iklim. Untuk membuat kita bertahan hidup sebagai manusia di dunia, dibutuhkan dukungan dan lebih banyak kebersamaan dengan Masyarakat Adat.

“Jika kita tidak bekerja sama, berdasarkan prinsip menghormati hak asasi Masyarakat Adat maka kita tidak akan memenangkan perang melawan krisis iklim. Ketika kita dikalahkan oleh iklim, ini adalah awal dari perang kita melawan alam. Dan sebagai Masyarakat Adat, kita bisa memenangkan semua perang,” kata Rukka saat menjadi narasumber dalam panel diskusi di acara Pertemuan Akbar Masyarakat Adat di Brazil, Kamis (25/4/2024).

Kehadiran Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi dalam pertemuan akbar Masyarakat Adat di Brazil ini merupakan bentuk solidaritas global terhadap sesama Masyarakat Adat. Rukka akan menghadiri beberapa pertemuan penting dengan pemerintah Brazil dan Kedutaan-Kedutaan asing di Brazil, serta menjadi narasumber dalam panel diskusi serta dialog-dialog antar sesama organisasi Masyarakat Adat.

Dalam kesempatan ini, Rukka mengatakan inilah saatnya untuk membalikkan keadaan menjadikan Masyarakat Adat sebagai pusat solusi iklim. Berdasarkan studi terkini, kata Rukka, mayoritas ekosistem anekaragam hayati termasuk hutan yang kita miliki saat ini masih ada karena penjagaan Masyarakat Adat.

Namun, Rukka mengingatkan agar kita tidak lengah terhadap perubahan iklam. Sebab, satu perang yang tidak akan pernah dimenangkan adalah perang melawan alam. Dikatakannya, perang ini yang akan mereka hadapi untuk masa depan umat manusia di dunia. Itulah sebabnya, mereka akan mengadakan COP (Conference Of the Parties) di Brazil tahun depan.

“Brazil harus menetapkan jalur sejarah, tidak hanya bagi Masyarakat Adat, tetapi juga bagi kita semua. Karena melindungi Masyarakat Adat, perempuan adat, pemuda adat, wilayah, keanekaragaman hayati, hutan bukan sekadar melindungi kami Masyarakat Adat, tetapi juga melindungi kita semua termasuk cucu-cucu kalian, generasi penerus. Itu sebabnya, kita perlu berperang bersama,” ungkapnya.

Rukka menceritakan pengalamannya dalam lima tahun terakhir di kampung halaman yang menderita akibat perubahan iklim. Rumput pun tidak bisa bertahan karena iklim ekstrim. Bahkan, salah satu produk terbaik mereka yaitu kopi, tidak lagi berbunga.

“Tahun ini, komunitas saya tidak akan mendapatkan satu pun biji kopi pertama kami,” keluhnya.

Sekjen AMAN di acara Terra Livre 2024. Dokumentasi AMAN

Solidaritas untuk Masyarakat Adat di Brazil

Rukka menyatakan telah mendengar semua cerita-cerita tentang Masyarakat Adat di berbagai wilayah Brazil. Semua penderitaan, semua rasa sakit, semua pelanggaran Hak Asasi Masyarakat Adat serta diskriminasi sistematis dan historis terhadap Masyarakat Adat.

“Kami (Masyarakat Adat) merasakan penderitaan yang sama, dimana pun di seluruh dunia,” ujarnya sembari mengucapkan selamat kepada Articulação dos Povos Indígenas do Brasil (AIPB) atas pelaksanaan Terra Livre ke-20.

Selepas menghadiri UNPFII ke 23 di New York, Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi bertolak ke Brazil menghadiri undangan dari Masyarakat Adat di Brasil dalam acara The Acampamento Terra Livre ( ATL ) atau Pertemuan Akbar Masyarakat Adat untuk Tanah Merdeka (Free Land Camp) 2024.

ATL merupakan pertemuan akbar tahunan yang dihadiri oleh utusan berbagai Masyarakat Adat di Brazil, melibatkan 5.000 hingga 10.000 peserta setiap tahunnya. ATL bertujuan untuk membahas berbagai issue penting yang berdampak pada Masyarakat Adat di Brazil maupun secara global. Tahun 2024, merupakan penyelenggaraan ATL ke 20. 

ATL diselenggarakan oleh The Articulation of Indigenous Peoples of Brazil (APIB) dan 7 organisasi lokalnya: Apoinme, ArpinSudeste, ArpinSul, Aty Guasu, Terena Council, Coaib, dan Guarani Yvyrupa Commission.

Koordinator Eksekutif APIB, Dinamam Tuxa mengatakan tahun ini merupakan tahun emergency bagi Masyarakat Adat di Brazil karena meningkatnya kekerasan dan pembunuhan terhadap pemimpin Masyarakat Adat di Brazil. Pengakuan hukum atas batas wilayah adat juga masih belum maksimal, meskipun Presiden Brazil Lula da Silva telah berkomitmen untuk mempercepat proses pengakuan tersebut.

Selain itu, sebut Tuxa, issue penting lainnya yang akan dibahas dalam ATL tahun ini adalah terkait kesehatan mental warga adat karena meningkatnya kasus bunuh diri di kalangan komunitas akhir-akhir ini, terutama di komunitas yang mengalami kasus-kasus perampasan wilayah adat dan kekerasan. 

“Kami berharap segala kasus yang terjadi selama ini di komunitas Masyarakat Adat di Brazil bisa mereda, syukur bisa dihentikan,” kata Tuxa.

***

Penulis Mina Setra adalah Deputi Sekjen AMAN, sementara Della Azzahra adalah volunteer di Infokom PB AMAN

Writer : Della Azzahra | Jakarta
Tag : Rukka Sombolinggi UNPFII Brazil COP Free Land Camp