
Pelapor Khusus PBB Mengunjungi Papua : Soroti Pelanggaran Hak-Hak Masyarakat Adat dan Proyek Strategis Nasional
08 Juli 2025 Berita Nesta MakubaOleh Nesta Makuba
Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak-Hak Masyarakat Adat, Albert K. Barume mengunjungi tanah Papua dalam rangka melihat dan mendengar masukan dari para korban pelanggaran Hak-Hak Masyarakat Adat, kerusakan hutan dan perampasan tanah adat berkedok Proyek Strategis Nasional (PSN).
Kunjungan bertajuk UN Special Rapporteur On The Rights Of Indigenous Peoples ini berlangsung selama dua hari di Gedung Pusat Pembinaan dan Pengembangan Wanita Padang Bulan, Distrik Heram, Kota Jayapura Papua pada 4-5 Juli 2025.
Dalam kunjungannya, Albert bertemu langsung dengan para korban pelanggaran Hak-Hak Masyarakat Adat dan korban perampasan tanah adat di tanah Papua dari Suku Malind, Suku Awyu di Kabupaten Marauke dan Boven Digoel, Suku Mairasi dari Provinsi Papua Selatan, Suku Biak dari Kabupaten Biak Numfor Papua serta perwakilam korban kekerasan dari Kabupaten Dunga dan Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah.
Para korban ini berkumpul di Jayapura, Papua untuk melaporkan berbagai permasalahan yang mereka alami kepada Pelapor Khusus PBB Albert K. Barume, seperti perampasan wilayah adat, pelanggaran Hak-Hak Asasi Manusia, tindak kekerasan serta intimidasi yang dilakukan negara melalui aparat militer.
Pada kesempatan ini, Albert K. Barume mendengarkan berbagai kesaksian yang disampaikan oleh para korban atas kejahatan negara terhadap ekploitasi sumber daya alam, dan sumber daya manusia yang terjadi dalam kurun waktu 20 tahun belakangan ini di tanah Papua.
Shinta, salah seorang korban PSN dari Suku Malind mengatakan pemerintah telah melakukan kejahatan dengan merampas tanah adat warisan leluhur. Shinta menyebut tanah adat leluhur yang dirampas tersebut dirusak untuk kepentingan PSN Perkebunan Tebu.
“Negara telah melakukan kejahatan dengan merampas tanah adat kami. Perampasan tanah adat ini terjadi di seluruh tanah Papua dari Sorong sampai Merauke,” kata Shinta kepada Pelapor Khusus PBB Albert K. Barume di Jayapura, Papua.
Perempuan adat ini menambahkan maraknya perampasan tanah adat untuk PSN di Kabupaten Merauke telah menimbulkan kekhawatiran bagi Masyarakat Adat. Sebab, akan mengancam kelangsungan hidup generasi di masa depan.
Ketua Forum Masyarakat Adat di Wilayah Kondo dan Digoel, Simon Balagase menyebut ada 22 Distrik dan 179 kampung yang terdampak PSN di Kabupaten Merauke, termasuk kampung perwakilan Suku Malind, Awyu, Muyu.
Simon berterimakasih atas kedatangan Pelapor Khusus PBB Albert K. Barume ke tanah Papua. Dikatakannya, kedatangan perwakilan PBB ini merupakan untuk kedua kalinya untuk mendengar secara langsung kesaksian Masyarakat Adat korban pelanggaran HAM dan korban investasi.
“Ini pengulangan sejarah sejak PBB keluar dari tanah Papua tahun 1962, kini Pelapor Khusus PBB datang kembali ke tanah Papua tahun 2025,” ungkap Simon.
Diakuinya, sejak 1962 hingga kini penderitaan masih terus mendera Masyarakat Adat di Papua.
“Tidak ada kehidupan yang baik, tidak ada keamanan dan kedamaian di tanah Papua,” lanjut Simon.
Hak-Hak Masyarakat Adat Diakui Hukum Internasional
Pelapor Khusus PBB untuk Hak-Hak Masyarakat Adat, Albert K. Barume berterimakasi kepada pihak-pihak yang menjembatani pertemuan ini sehingga kunjungannya ke tanah Papua dapat berlangsung lancar. Albert mengatakan telah melihat dan mendengar secara langsung apa yang sebenarnya terjadi di tanah Papua. Kasus-kasus perampasan tanah adat atasnama negara, pelanggaran Hak-Hak Masyarakat Adat, pembunuhan dan pembungkaman ruang-ruang Masyarakat Adat terjadi secara masif.
“Semua ini membuka mata saya. Saya sering membaca tentang Papua dan hari ini, saya mendengar lagsung apa sebenarnya yang terjadi di Papua,“ tuturnya.
Albert menyatakan Masyarakat Adat mempunyai hak sesuai hukum Internasional, apakah ini diterima atau tidak oleh negara. Pastinya, Masyarakat Adat harus meyakini dan saling mengingatkan hak-hak Masyarakat Adat diakui hukum Internasional .
“Masyarakat Adat harus tahu hak-hak dasarnya disebutkan dalam hukum Internasional. Sehingga, kita harus selalu mengingatkan hak itu meyakini sebagai hak konstitusional Masyarakat Adat,” terang Albert K. Barume.
Pelapor Khusus PBB Albert K.Barume sedang photo bersama dengan Masyarakat Adat Papua. Dokumentasi AMAN
Tidak Boleh Menghisap Darah Masyarakat Adat Papua
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi mengatakan kunjungan Pelapor Khusus PBB untuk Hak-Hak Masyarakat Adat Albert K. Barume ke tanah Papua terkait tugasnya sebagai pelapor khusus yang bekerja di Region Asia. Disebutkan, Albert tertarik untuk melakukan kunjungan ke Papua terkait dengan berbagai isu hak-hak Masyarakat Adat yang cukup masif terjadi di provinsi paling timur di Indonesia tersebut.
Rukka menerangkan kunjungan Pelapor Khusus PBB ke Papua dikarenakan persoalan Papua cukup kompleks, yang jauh dari sekedar perampasan wilayah adat, tetapi di tanah Papua jelas-jelas ada diskriminasi rasial yang mengandung unsur-unsur rasisme Masyarakat Adat di Papua.
“Itu yang membuat situasi semakin sulit, karena Papua dianggap sebagai objek untuk di eksploitasi,” ungkap Rukka Sombolinggi.
Ditambahkan Rukka, diskriminasi rasial terhadap orang Papua semakin kompleks sehingga membuat perampasan wilayah adat menjadi mudah oleh pihak-pihak yang berkepentingan atas sumber daya alamnya dan jumlahnya cukup masif. Rukka mencontohkan di wilayah adat Suku Malind, Papua Selatan, ribuan hektar wilayah adatnya hilang dalam semalam dihancurkan. Perampasan ini tidak bisa dibendung karena solidaritas Masyarakat Adat di Papua sangat lemah. Mereka berjuang sendiri.
“Dengan kehadiran Pelapor Khusus PBB di Papua, mudah-mudahan sedikit membuka tabir yang selama ini menutupi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh Masyarakat Adat di Papua,“ ujarnya.
Rukka meminta kepada semua orang di dunia, terutama Indonesia untuk bisa melihat apa yang selama ini dihadapi oleh Masyarakat Adat Papua. Warga Indonesia berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
“Namun untuk memperoleh itu, kita tidak boleh menghisap darah dan air mata serta hak-hak saudara kita Masyarakat Adat di Papua,” tandasnya.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Jayapura, Papua