Oleh Sepriandi

Abrasi pantai di pesisir barat Seluma, Kabupaten Seluma, Bengkulu sudah cukup parah.  Cuacanya juga terasa panas.

Masyarakat Adat Serawai sudah lama bermukim di pesisir barat Seluma ini.  Kawasan pesisir yang masuk dalam komunitas Masyarakat Adat Serawai Pasar Seluma ini masih memiliki hutan adat yang menjadi harapan satu-satunya untuk menahan gelombang dan pendingin cuaca di pantai.

Zemi Sipantri, salah seorang perempuan adat di komunitas Serawai Pasar Seluma menyatakan hutan pantai di pesisir barat Seluma sudah mulai habis karena abrasi air laut. Akibatnya, cuaca disepanjang pesisir terasa panas. Dikatakannya, selama ini masyarakat sengaja membiarkan kawasan pesisir pantai menjadi berhutan karena bisa menjadi tempat mencari nafkah. Kemudian, hutan pantai tersebut juga berperan sebagai 'Pengaling' atau benteng alam yang melindungi kampung dari ancaman abrasi akibat gelombang laut, badai dan bencana tsunami.

Namun, hutan pantai yang ada di pesisir barat  Seluma tidak terawat dan kondisinya memprihatinkan   

"Jika kondisinya terus begini (tidak dirawat), tentu ancaman terhadap masa depan anak cucu kami semakin dekat," kata Zemi Sipantri.

Sumber Pangan Alternatif

Zemi menceritakan dahulu kawasan Pengaling kerap menjadi tempat berkumpulnya bagi Masyarakat Adat Serawai Pasar Seluma untuk mencari sumber pangan alternatif, sembari menunggu datang musim panen padi sawah.

Disebutnya, para perempuan adat mencari remis atau kerang pantai di bibir pantai serta umbut rotan muda. Sementara, para lelakinya mencari ikan di muara sungai dengan cara memancing atau memasang perangkap bubu. Hasilnya, menjadi lauk dan sayur di rumah. Sebagian dijual ke beberapa rumah makan yang ada di Kota Tais, Ibukota Kabupaten Seluma.

"Namun sayang, kini remis sudah mulai berkurang. Ada, tapi sudah tidak (banyak) seperti dahulu lagi," katanya.

Tokoh Masyarakat Adat Serawai Hertoni, membenarkan kalau di Pengaling sejak lampau telah menjadi tempat bagi orang suku Serawai di pesisir untuk beremis (mencari remis), berawang (mencari ikan) dan berutan (mencari rotan).

Beremis, dikerjakan oleh para perempuan dengan cara menyisir bibir pantai secara bersama-sama menggunakan alat sejenis arit yang disebut sengkuit remis.  

Berawang, adalah aktivitas mencari ikan air tawar di dekat Muara Buluan. Berawang sendiri dilakukan dengan cara mencari ikan dengan jaring, bubu dan jenis penangkap ikan air tawar lainnya. Berawang ini dilakukan oleh kaum laki-laki dan remaja desa pesisir.

Berutan ialah mencari rotan.  Pekerjaan ini dilakukan oleh para lelaki kampung untuk kebutuhan membuat anyaman berupa bakul. Rotan muda atau umbut diambil untuk dijadikan sayur dan dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Seorang perempuan sedang menanam pohon di sekitar kawasan
Pengaling. Dokumentasi AMAN

Kawasan Pengaling Mulai Ditanami Pohon

Sayang, kondisi Pengaling kini memprihatinkan. Gelombang laut mulai menelan sebagian tepian dan hutannya. Kondisi ini ikut diperparah dengan terbitnya rencana tambang pasir besi di kawasan pesisir barat Seluma sejak 2010.

Hertoni mengatakan perlawanan warga terhadap rencana tambang pasir ini sudah kerap dilakukan, termasuk keterlibatan perempuan adat yang selalu menjadi garda terdepan dalam aksi-aksi demonstrasi menyuarakan penolakan terhadap tambang pasir.  Sejak tahun lalu, sebutnya, para perempuan di komunitas Masyarakat Adat Serawai Pasar Seluma telah merintis gerakan menanam kembali kawasan Pengaling.

Para perempuan adat menanami kawasan Pengaling dengan pohon pinang dan kelapa. Tujuannya, sebagai upaya restorasi sekaligus juga sebagai penanda wilayah adat yang mereka lindungi.

"Apa yang kami lakukan ini adalah bagian dari mempertahankan wilayah adat kami. Ada sejarah kami yang masih melekat di hutan adat Pengaling," pungkas Zemi.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Bengkulu

Writer : Sepriandi | Bengkulu
Tag : Bengkulu Hutan Pantai Tergerus Abrasi Masyarakat Adat Serawai Pasar Seluma