
Masyarakat Adat Tolak Munculnya Organisasi Tongkonan Adat Sang Torayan
01 Oktober 2025 Berita Dirga Yandri TandiOleh Dirga Yandri Tandi
Para tokoh Masyarakat Adat dari sejumlah wilayah adat Toraya yang meliputi Tana Toraja dan Toraja Utara menolak munculnya organisasi baru yang mengatasnamakan diri sebagai Tongkonan Adat Sang Torayan.
Pendirian organisasi ini dipertanyakan karena tanpa sepengetahuan tokoh dan Masyarakat Adat dari 32 wilayah adat di Toraya.
Tokoh Masyarakat Adat Toraya Eric Crystal Ranteallo yang juga Ketua Masyarakat Adat Makale mengaku tidak mengetahui bahkan tidak pernah menyetujui pembentukan organisasi Tongkonan Adat Sang Torayan.
Eric mengatakan dirinya tidak melarang orang membuat suatu organisasi, namun seharusnya organisasi tersebut ada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Dikatakannya, sejauh ini belum mengetahui untuk apa organisasi tersebut didirikan.
“Apa yang mau dibuat organisasi itu, kita belum tahu,” ungkapnya pada akhir pekan lalu.
Eric mempertanyakan pemaknaan nama Tongkonan dalam organisasi tersebut harus dipahami apakah tongkonan dalam konteks kelompok sendiri atau Toraja secara keseluruhan.
Ia menambahkan kalau seluruh Toraja, idealnya para pemangku adat dari semua wilayah adat masing-masing tentu harus duduk bersama untuk memilih. Karena itu, Eric menegaskan tidak setuju jika organisasi ini mengatasnamakan Tongkonan Adat Sang Torayan.
"Kalau mengatasnamakan Tongkonan seluruh Toraja, saya tidak setuju. Tapi kalau pribadi, itu urusan mereka,” tandasnya.
Eric menjelaskan Tongkonan itu mempunyai wilayah serta fungsi masing-masing di setiap wilayah adat. Tidak bisa diintervensi oleh wilayah adat lain.
"Tidak ada orang lain yang bisa mengintervensi Tongkonan orang lain. Kalau Tongkonan itu bermasalah, kita memberikan sipakalila atau masukan," ujarnya.
Eric menyebut setiap wilayah adat memiliki serekan bane' atau aturan adat masing-masing. Ia mencontohkan misalnya di Tallulembangna, mau pergi mengatur Tongkonan di Bittuang atau di daerah lain. Tetapi sebagai tetua adat, kita bisa memberikan saran dan masukan kalau memang kita di-tua-kan.
“Orang diangkat tokoh adat atau di-tua-kan itu tidak semudah yang kita bayangkan," bebernya.
Dikatakannya, saat ini sudah banyak oknum yang mengaku sebagai tokoh adat, tanpa sadar ditokohkan siapa dan dari wilayah adat mana.
Dipertanyakan
Ketua Masyarakat Adat Madandan, Saba' Sombolinggi' juga mempertanyakan dasar pembentukan organisasi yang mengatasnamakan diri sebagai Tongkonan Adat Sang Torayan. Saba' yang juga Adat Pendamai di Madandan mengkhawatirkan organisasi ini mengintervensi wilayah adat di Toraja.
"Jangan intervensi wilayah adat di Toraja,” tegasnya.
Saba’ yang pernah menjabat sebagai Kepala Lembang Madandan 10 tahun menjelaskan wilayah adat di Toraja sudah otonom sejak dulu (Mane Ditulak Buntunna Bone). Setelah itu, kembali semua ke wilayah membentuk wilayah-wilayah pemerintahan adat yang ditanggungjawab oleh pemimpinnya.
Hal senada disampaikan tokoh adat yang juga Ketua Wilayah Adat Buakayu, Rosina Palloan bahwa dirinya tidak mengetahui dan tidak pernah menyetujui pembentukan Tongkonan Adat Sang Torayan.
"Kita tidak pernah mengetahui dan menyetujui pembentukan Tongkonan Adat Sang Torayan,” katanya sembari menambahkan 32 wilayah adat di Toraja memiliki otonom di wilayahnya masing-masing.
Tokoh adat dari Wilayah Adat Ulusalu Y.S Tandirerung juga mengaku kaget dengan munculnya organisasi yang mengatasnamakan Tongkonan Adat Sang Torayan.
"Saya kaget waktu baca di media sosial, ada organisasi yang mengatasnamakan Dewan Pimpinan Pusat Tongkonan Adat Sang Torayan. Sebab, dari dulu belum pernah ada kesepakatan dari 32 wilayah adat untuk membentuk organisasi itu," ungkapnya.
Tandirerung menyatakan wilayah adat Ulusalu tidak pernah menyetujui pembentukan organisasi yang mengatasnamakan Tongkonan Adat Sang Torayan.
"Kami dari wilayah adat Ulusalu keberatan kalau ada yang mengatasnamakan Dewan Pimpinan Pusat Tongkonan Adat Sang Torayan, karena setahu kami tidak ada yang membentuk semacam itu,” tegasnya.
Tandirerung menambahkan perlu juga dipahami bahwa masing-masing 32 komunitas Masyarakat Adat di Toraja punya otonomi khusus, tidak ada yang saling membawahi.
Meski begitu, ia menyatakan setiap orang mempunyai hak untuk berserikat. Tapi jangan mengkalim seluruh Tongkonan atau Masyarakat Adat yang ada di Toraja.
"Kita pahami setiap orang punya kebebasan untuk berserikat, namun demikian jangan mengatasnamakan Tongkonan Adat Sang Torayan. Biarkan saja mereka bikin untuk wilayah adatnya tapi kalau mau mengklaim bahwa mereka yang pimpin ini Sang Torayan atau seluruh Toraja, saya kira ini hampir sama dengan orang yang pernah mau melantik raja di Toraja," ungkapnya.
Masyarakat Adat tolak organisasi Tongkonan Adat Sang Torayan. Dokumentasi AMAN
Selidiki Motif dan Pendiri Organisasi
Penolakan pembentukan organisasi Tongkonan Adat Sang Torayan juga disampaikan T.K Pongmanapa selaku Ketua Masyarakat Adat Se'seng.
"Saya menolak keberadaan Tongkonan Adat Sang Torayan. Tidak ada Tongkonan di Se'seng mendukung keberadaannya," tegasnya.
Menurut Pongmanapa, semua komunitas Masyarakat Adat di Toraya otonom di wilayahnya masing-masing.
"Kami menghormati semua komunitas Masyarakat Sdat di Toraya karena masing-masing memiliki otonom," imbuhnya.
Layuk Sarungallo selaku Ketua Masyarakat Adat Kesu' juga menyatakan pembentukan organisasi Tongkonan Adat Sang Torayan tanpa sepengetahuan Masyarakat Adat. Layuk menduga pendirian organisasi ini sebagai upaya kudeta.
“Ini kudeta, kami akan mengambil langkah tegas mencari tahu siapa yang membentuk organisasi ini,” tegasnya.
Layuk mengatakan akan membentuk tim untuk menyelidiki motif dari pendiri organisasi ini. Upaya ini perlu dilakukan supaya kita jangan di pecah belah orang.
“Saya mau telusuri siapa inisiator dibalik berdirinya organisasi ini,” ujarnya sembari menyatakan dalam waktu dekat akan menghadap Bupati Toraja Utara untuk melaporkan keberadaan organisasi liar ini.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Toraya, Sulawesi Selatan