
Gambus Suku Balik, Identitas Budaya Yang Terancam Hilang
03 Oktober 2025 Berita Andreas Ongko Wijaya HuluiOleh Andreas Ongko Wijaya Hului
Alunan petikan senar berdawai terdengar jelas dari salah satu kampung tua di Kelurahan Sepaku Lama, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Nadanya halus membuat pendengarnya terbuai. Syairnya juga penuh makna. Masyarakat Adat di daerah ini menyebut alat musik itu : Gambus.
Bagi Suku Balik, Gambus bukan sarana hiburan semata, tetapi hadir diberbagai momen seperti upacara adat. Petikan Gambus mengisyaratkan ihwal cerita-cerita lisan yang diwariskan secara turun-temurun.
Alat musik Gambus secara bentuk menyerupai kecapi, dengan bentuk yang khas. Biasanya Suku Balik membuat Gambus dari kayu ulin, pohon nangka, dan pohon pontun. Gambus memiliki 7 senar yang memiliki bunyi syahdu ketika dimainkan. Gambus biasanya memiliki fungsi untuk mengiringi tarian Ronggeng.
Samsudin, salah seorang Suku Balik yang mahir memainkan Gambus. Tapi, pria berusia 56 tahun ini mengaku sudah jarang memainkan alat musik ini.
“Dulu waktu muda, sering aku memainkannya. Tapi sekarang sudah kaku rasanya jari-jari ini memainkan Gambus karena sudah jarang,” kata Samsudin saat ditemui usai bermain Gambus di depan teras rumahnya di Sepaku Logdam minggu lalu.
Samsudin menjelaskan Gambus biasanya memiliki banyak syair yang kerap dimainkan orang Balik. Ada syair yang namanya Batu Sopang, Ma Inang, Pantai Manis, Pulau Pandan, Kota Baru, Ronggeng.
Samsudin menambahkan selain banyak syair, Gambus juga memiliki fungsi penting dalam tarian Ronggeng Suku Balik. Menurut kepercayaan Masyarakat Adat Suku Balik, imbuhnya, gerakan tarian Ronggeng tidak diciptakan sendiri oleh orang Balik, akan tetapi diajarkan oleh Sengiang dari Bungan Langit kepada beberapa perempuan tertentu yang memiliki garis keturunan dari Sengiang.
Perempuan terpilih yang dipercaya akan didatangi oleh Sengiang setiap tahun sekali dan diminta untuk menyediakan berbagai jenis Wade atau kue ritual sebagai ucapan terima kasih pada Sengiang, atas tari Ronggeng yang diajarkan padanya.
Selain tari Ronggeng, sebut Samsudin, Suku Balik juga memiliki tarian tradisional yang disebut dengan "Besawet". Tarian ini dilakukan dengan penuh semangat, cepat dan gerakannya melompat kesana-kemari, mirip semacam tari perang. Tarian ini biasanya dibawakan oleh kaum laki-laki, diiringi dengan alat musik gendang (tung) yang menghentak, cepat dan dinamis.
Samsudin menyatakan selain digunakan oleh Masyarakat Adat Suku Balik untuk mengiringi tarian Ronggeng, Gambus juga digunakan pada aktivitas keseniaan lain yang disebut Betoreh. Kesenian berpantun atau berpuisi ini menampilkan pesan moral untuk kehidupan mau pun untuk menghibur Masyarakat Adat Balik saat bekerja di kebun dan ladang.
Saat Gambus Mulai Hilang
Samsudin menuturkan alunan petikan Gambus kini sudah jarang terdengar di kampung. Hal ini menyebabkan ritual adat Suku Balik nyaris hilang karena dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya generasi tua sudah jarang memainkannya. Sementara, regenerasi kepada anak-anak muda hampir terputus.
Kenyataan ini membuat Arman terenyuh. Pemuda adat Balik berusia 38 ini tak ingin tinggal diam melihat situasi ini. Baginya, kehilangan Gambus sama dengan kehilangan salah satu kebudayaan yang dimiliki oleh Masyarakat Adat Balik.
Arman menyatakan alat musik Gambus mulai hilang di Sepaku akibat kalah saing dengan alat-alat musik modern. Selain itu, anak-anak muda juga lebih meminati gitar dibandingkan Gambus. Padahal, belajar Gambus lebih sulit dibandingkan gitar sebab nada-nadanya berbeda.
Namun, hal ini tidak membuat Arman patah semangat belajar memainkan Gambus. Selain Arman, masih ada juga beberapa anak muda yang mau belajar Gambus. Tapi, belum konsisten karena masih sulit dipelajari.
“Ada inisiatif kami untuk merekam cara orang tua memainkan Gambus, supaya kami paham sama pengaturan nadanya,” terang Arman sembari menambahkan cara ini termasuk salah satu untuk melestarikan Gambus.
Anak-anak Suku Balik sedang berlatih Tari Ronggeng di Sepaku. Dokumentasi AMAN
Masa Depan Gambus
Arman tak menampik jika Gambus tidak dilestarikan oleh Masyarakat Adat Balik, terutama generasi mudanya maka Gambus akan hilang sepenuhnya. Dikatakannya, Gambus bukan semata-mata alat musik, tetapi memainkan peran penting dalam hubungan sosial Masyarakat Adat Balik.
Maka dari itu, Arman berharap generasi muda tidak lupa akan identitas dirinya yang berasal dari Suku Balik dan terus berupaya mempelajari Gambus.
“Kita harus bangga dengan kebudayaan sendiri,” terangnya.
Mirwan, salah seorang generasi muda dari Suku Balik mengakui bahwa generasi muda yang ada di kampungnya saat ini sudah jarang mempelajari Gambus. Kalau pun ada yang belajar Gambus, paling sekali saja untuk coba-coba. Setelah itu selesai, tidak ada lagi yang belajar Gambus.
“Pemuda di sini sekali belajar, setelah itu selesai. Itu karena memang susah gurunya,” ujarnya.
Mirwan menyebut sebenarnya pemuda mau belajar Gambus dengan konsisten, asal ada gurunya. Ia mencontohkan di Sepaku, hanya ada tersisa dua orang guru yang bisa memainkan Gambus. Itu pun mereka sibuk bekerja sehingga tidak punya waktu untuk mengajari para pemuda belajar Gambus.
Mirwan berharap ke depan ada guru yang betul-betul bisa meluangkan waktunya untuk mengajari mereka cara bermain Gambus. Supaya nama Suku Balik bisa dikenal oleh orang banyak lewat kesenian Gambus-nya.
“Sebenarnya sedih melihat pemain Gambus sedikit orangnya. Ini tantangan bagi generasi muda untuk melestarikannya,” kata Mirwan sembari menambahkan tidak ingin identitas orang Balik itu tenggelam ditelan zaman, seiring lenyapnya permainan Gambus.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Kalimantan Timur