Oleh Eustobio Rero Renggi

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi menyoroti situasi yang tengah dihadapi oleh Masyarakat Adat di Indonesia yang semakin terancam hidupnya akibat dampak dari kebijakan pembangunan.

Situasi yang merugikan Masyarakat Adat ini disampaikan Rukka Sombolinggi saat menjadi pembicara dalam acara resmi COP30 yang bertema “Strengthening Community-Based Management of Key Biodiversity Areas (KBA) and Climate Change” di Blue Zone, Kota Belem, Brasil pada 11 November 2025.

Rukka mengatakan saat ini, Masyarakat Adat diperhadapkan dengan berbagai istilah baru seperti perdagangan karbon, ekonomi hijau, transisi energi berkeadilan, deforestasi, green jobs dan lain-lain.

“Istilah-istilah ini semakin sering digunakan dan kini mulai masuk langsung ke wilayah adat kami. Namun pada saat yang sama, ancaman terhadap kehidupan Masyarakat Adat masih terus terjadi,” ujarnya.

Rukka menjelaskan berdasarkan estimasi AMAN, populasi Masyarakat Adat di Indonesia mencapai lebih dari 70 juta jiwa, dengan 33,6 juta hektare wilayah adat yang telah berhasil dipetakan. Dari luas tersebut, imbuhnya, terdapat sekitar 6 juta hektare wilayah adat yang tumpang tindih dengan konsesi hutan kayu. Selain itu, 1,6 juta hektare tumpang tindih dengan izin blok minyak dan gas, serta 0,9 juta hektare  tumpang tindih dengan konsesi pertambangan.

Rukka mencontohkan situasi yang dihadapi oleh Masyarakat Adat O’Hongana Manyawa di pulau Halmahera, Maluku Utara. Berdasarkan data hasil kerja sama AMAN, BRWA, dan Earth Insight, dari total 434.071 hektare wilayah adat O’Hongana Manyawa, terdapat 65.404 hektare yang tumpang tindih dengan konsesi pertambangan.

Rukka menegaskan kebijakan transisi energi yang saat ini dijalankan justru menimbulkan ancaman baru bagi kelangsungan hidup Masyarakat Adat O’Hongana Manyawa.

“Bahkan, Masyarakat Adat kini menghadapi stigma dan diskriminasi akibat proyek-proyek yang mengatasnamakan energi hijau,” tandasnya.

Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi sedang paparkan dampak kebijakan pembangunan terhadap Masyarakat Adat di Indonesia dalam Forum COP30. Dokumentasi AMAN

Masyarakat Adat Merawat Hutan

Dalam pernyataannya di forum global COP30 ini, Rukka menegaskan bahwa Masyarakat Adat yang menjaga dan merawat hutan.

“Bagi kami, hutan bukan sekadar hutan — hutan adalah kehidupan kami. Ini bukan hanya soal hutan, tetapi juga ekosistem lain, termasuk di pulau-pulau kecil yang kini ikut terdampak oleh aktivitas pertambangan,” tegasnya.

Rukka menutup paparannya dalam forum COP30 dengan menyampaikan pesan utama: “Hari ini kita berbicara tentang hutan, tentang menjaga planet ini. Kami, Masyarakat Adat, adalah pelindungnya — karena kami yang menjaga hutan dengan tradisi dan cara kami”.

***

Penulis adalah Deputi 1 Sekjen AMAN  (Delegasi AMAN untuk COP30)

Writer : Eustobio Rero Renggi | Deputi 1 Sekjen AMAN
Tag : Sekjen AMAN COP30 Soroti Dampak Kebijakan