Luwu Utara 28/ 09/ 2013. Ketika rombongan Dewan AMAN Nasional dan para peserta Konferensi Masyarakat Adat se-Nusantara yang dilaksanakan untuk pertama kali ini menginjakkan kaki di Tana Luwu, mereka disambut meriah dengan tarian khas Masyarakat Adat Rongkong yaitu Pangngaru’. Saat rombongan tiba di lokasi konferensi mereka disambut prosesi adat Barasanji yang dipimpin oleh Balailo (pemimpin adat Limolang) sebagai ungkapan syukur Masyarakat Adat To Manurung Limolang atas digelarnya kegiatan konferensi di sana Konferensi para Advokat Masyarakat Adat se-Nusantara ini membahas strategi bersama dalam menangani kasus-kasus Masyarakat Adat atas tanah dan sumber daya alam (SDA) dilaksanakan di Komunitas Adat To Manurung Limolang, Desa Sassa, Kec. Baebunta, Kab Luwu Utara dari tanggal 25 s/d 27/09/2013) berlangsung sukses dan melahirkan beberapa agenda penting terkait upaya perlindungan hukum bagi Masyarakat Adat di Nusantara. Konferensi dibuka oleh Wakil Bupati Luwu Utara Hj. Indah Putri Indriani dalam sambutannya mengatakan. “Dipilihnya Luwu Utara sebagai tuan rumah pelaksanaan kegiatan bersekala nasional oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara merupakan kebanggaan bagi pemerintah dan masyarakat Luwu Utara. Kami berharap agar agenda-agenda yang dirumuskan dalam kegiatan ini dapat memberikan kontribusi bagi Masyarakat Adat di seluruh penjuru Nusantara, khususnya di Tana Luwu”. Pada kesempatan yang sama Ketua Dewan AMAN Nasional Ir. Hein Namotemo dalam sambutannya mengatakan bahwa konferensi para advokat Masyarakat Adat se-Nusantara adalah langkah maju dalam upaya memberikan perlindungan hukum dan pembelaan hak-hak masyarakat adat yang selama ini diabaikan oleh negara. Meski proses konferensi pertama Advokad Masyarakat Adat se-Nusantara yang dihadiri oleh advokad utusan dari 20 provinsi ini berlangsung alot, namun para advokat akhirnya menemukan kata sepakat. Deklarasinya disebut sebagai Deklarasi Sassa’ dan membentuk sebuah organisasi sayap AMAN dengan nama Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN). Mualimin, SH dari Sumatera Selatan terpilih sebagai Direktur Eksekutif Pengurus Nasional PPMAN. Beberapa point rekomendasi yang dituangkan dalam Deklarasi Sassa’ antara lain mendesak pemerintah pusat untuk segera sahkan rancangan Undang-undang Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat (RUU PPHMA). Ketua BPH AMAN Wilayah Tana Luwu Bata Manurun mengatakan,“terbentuknya PPMAN marupakan sebuah gerakan yang baru muncul dalam gerakan Masyarakat Adat untuk membela, melindungi dan melayani masyarakat adat se-Nusantara. Selama ini konflik masyarakat adat sangat kompleks terutama yang berkaitan dengan tanah dan sumber daya alam. Salah satu contoh adalah apa yang dialami oleh komunitas adat Karunsi’e Kampung Dongi dimana semua tanah adatnya dikuasai oleh PT. Inco yang sekarang berubah nama menjadi PT. Vale. Juga terjadi pada komunitas adat di Kecamatan Seko sudah 20-an tahun wilayah adatnya dieksploitasi oleh PT. Seko Fajar serta ancaman tambang yang masuk ke wilayah adat tersebut. Besar harapan masyarakat adat di Tana Luwu, agar PPMAN ini tidak hanya memfasilitasi konflik-konflik yang ada di wilayah masyarakat adat tapi mampu mengambil peran strategis dalam menyelesaikan konflik-konflik masyarakat adat”. Kepala Biro Advokasi AMAN Wilayah Tana Luwu Abd. Rahman Nur, SH menambahkan, “Semoga PPMAN yang baru terbentuk ini mampu mengkosolidasikan para advokat se-Nusantara dan perhimpunan ini harus mengembangkan jumlah anggota dan jaringannya. Harapan saya diawal terbentuknya PPMAN bisa menangani salah satu kasus Masyarakat Adat untuk bisa jadi contoh penanganan kasus masyarakat adat Indonesia,” harap Abd. Raman Nur, SH. Kegiatan secara resmi ditutup oleh Sekertaris Dewan AMAN Nasional Isjaya Kaladen. *** (Abdi Akbar)

Writer : |