Oleh: Samsir

Maraknya perampasan hak Masyarakat Adat dan masuknya investasi berskala besar ke wilayah adat kerap membuat Masyarakat Adat sering tersingkir dari tanah leluhurnya.

Keresahan itu mencuat dalam seminar dan lokakarya (semiloka) bertema “Pembentukan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Masyarakat Adat Di Kabupaten Banggai Laut", bertempat di Hotel Carabela, Desa Lampa, Kabupaten Banggai Laut, Sulawesi Tengah pada Senin (24/7/2023).

Ketua AMAN Banggai Laut, Irwanto Tadeko menyatakan Peraturan Daerah (Perda) perlindungan Masyarakat Adat di Banggai Laut sangat mendesak sebagai payung hukum untuk menjaga keberlangsungan ekonomi, sosial, budaya di wilayah adat. Mengingat di wilayah ini sudah berdiri Kerajaan Banggai pada abad 16 Masehi. Pendirinya Adi Cokro, seorang berdarah Jawa yang diberi gelar "Mumbu Doi Jawa".

Bahkan, kata Irwanto, Kerajaan Banggai sudah dikenal sejak zaman Majapahit dengan sebutan Benggawi. Hal itu setidaknya dapat dilihat dari tulisan Mpu Prapanca dalam bukunya "Nagarakretagama" yang syairnya berbunyi:

"Ikang Saka Nusa-Nusa Mangkasara, Buntun Benggawi, Kuni, Galiayo, Murang Ling"

"Dari historis ini, sudah sepatutnya Pemerintah Daerah Banggai Laut mendukung lahirnya Perda Perlindungan Masyarakat Adat,” ujar Irwanto.

Pemerhati Masyarakat Adat Sulawesi Tengah, Noval A. Saputra dalam pemaparannya mendukung terbentuknya Perda Masyarakat Adat di Banggai Laut. Dikatakannya, Masyarakat Adat Banggai dalam kesehariannya banyak yang berprofesi sebagai nelayan tradisional, namun kerap berselisih dengan nelayan bermodal besar. Sehingga sangat diperlukan kebijakan pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat di wilayah pesisir serta pulau-pulau kecil di Kabupaten Banggai Laut.

Noval menyebut sejumlah daerah di Sulawesi Tengah telah memiliki Perda seperti di Kabupaten Sigi ada Perda Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Masyarakat Adat.

Selanjutnya, Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Suku Wana serta Peraturan Daerah Kabupaten Tojo Una-Una Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengukuhan Masyarakat Adat Tau Taa Wana.

“Itu beberapa daerah yang telah punya perda, sekarang kita tinggal menunggu lahirnya perda Masyarakat Adat di Banggai Laut,” katanya.

Silvy Montoh dari Pengurus Besar AMAN menjelaskan betapa situasi Masyarakat Adat di Indonesia saat ini masih diwarnai kesuraman dengan merujuk pada tren meningkatnya diskriminasi, perampasan Wilayah Adat, kriminalisasi, dan tindak kekerasan yang diikuti dengan penegakan hukum yang kian melemahkan Masyarakat Adat secara sistematis.

Silvy mengatakan Masyarakat Adat seringkali diperhadapkan dengan perusahaan besar yang melakukan eksploitasi di wilayah adat. Sehingga, betapa pentingnya pengakuan dan perlindungan hak Masyarakat Adat terhadap asal usulnya, tanah, budaya, peradilan adat dan sumber daya alam.

"Perda Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat ini sangat penting karena akan memperkuat ketahanan Masyarakat Adat secara kolektif, sehingga budaya kebersamaan, kegotongroyongan, persatuan dalam Masyarakat Adat terus berkembang dan dipertahankan,” ungkapnya.

Didukung Pemerintah Daerah

Bupati Banggai Laut, Sofyan Kaepa, dalam sambutannya saat membuka kegiatan Semiloka mengapresiasi kegiatan yang digagas oleh AMAN. Menurutnya, kegiatan semiloka ini merupakan langkah maju untuk perkembangan Masyarakat Adat yang ada di daerah ini.

Bupati Sofyan berharap melalui momentum ini, Masyarakat Adat punya kemampuan dan persepsi bersama dalam menjaga dan merawat kebijakan Masyarakat Adat dengan kearifan lokal yang berbudaya serta pengetahuan tradisional.

“Ini penting dalam rangka memberikan pengertian, pemahaman terkait upaya Pemerintah Daerah yang selalu berkomitmen untuk mengakui dan menghormati keberadaan Masyarakat Adat serta hak tradisionalnya,” paparnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Banggai Laut, Fatwan Kuba mendukung terbentuknya Perda Masyarakat Adat. Ia berharap dalam waktu yang tidak lama Perda Masyarakat Adat di Banggai Laut sudah disahkan.

Sebab tanpa Perda, kata Fatwan, Pemerintah Daerah kesulitan menggelontorkan anggaran pembiayaan terhadap perkembangan Masyarakat Adat, karena tidak ada payung hukumnya.

“Ini perlu segera dilaksanakan oleh Bagian Hukum Pemerintah Daerah bersama pengurus AMAN Banggai Laut untuk menyiapkan draftnya,” katanya penuh harap.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Sulawesi Tengah

 

Tag : Perda Masyarakat Adat AMAN Banggai