[caption id="" align="alignleft" width="288"] Training Fasilitator Pemetaan Partisipatif AMAN Maluku Utara[/caption] Gemaf, 20-25 September 2013 Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Maluku Utara menyelengarakan Training Fasilitator pemetaan partisipatif. Menghadirkan Imam Hanafi Fasilitator dari Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Ketua UKP3 AMAN Malut Albert Ngingi dan Ketua BPH AMAN Maluku Utara Munadi Kilkoda. Acara training ini dibuka langsung Camat Weda Utara, Kabupaten Halmahera Tengah, Ibrahim Sigoro. Peserta training hadir perwakilan 12 komunitas masyarakat adat. Camat Weda Utara dalam sambutanya menyampaikan Masyarakat Adat memberikan sinyal merespon keputusan Mahkamah Konstitusi tentang pemisahan status hutan, mana hutan negara dan batas hutan adat. Dimana-mana masyarakat adat memperjuangakan keadilan termasuk Suku Sawai yang kaya akan sumberdaya alam. Jangan lagi menjual tanah kepada mereka. Mari kita berkomitmen terkait dengan perjuangan 100 tahun kelahiran pnu gemaf karena Damar kolano sebagai bukti sejarah peninggalan para leluhur. Di tempat ini saya bermohon dan meminta restu para leluhur masyarakat adat agar mengutuk mereka yang menjual tanah, hutan dan wilayah adat Sawai. Kepala Desa Gemaf, menyampaikan bahwa pada tahun 1913 desa ini sudah dibangun dengan oleh 10 kepala keluarga saja saat itu, agama belum ada dan leluhur kami hanya mengenal adat saja. Tapi tahun ini tepat 100 tahun, tiba-tiba negara mengklim tanah ini tanah negara saya sangat sesalkan jika adat itu dikesampingkan. Saya juga heran kenapa masyarakat adat sangat miskin dan tertindas, padahal tanah sawai kaya akan sumberdaya alam. Training Fasilitator Pemetaan partisipatif ini saya harap bisa melahirkan fasilitator pemetaan untuk memetakan wilayah adat kami dan yang lainya. Imam Hanafi mengungkapkan bahwa selama ini peta menjadi acuan tata ruang dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Tetapi sayang pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah lebih berpihak kepada pengusaha tambang dan kurang memperhatikan hak-hak masyarakat adat setempat, sehingga seringkali terjadi penyerobotan lahan, tumpang tindih kawasan, ketidakjelasan tapal batas, dsb. Selama ini pemerintah kurang melibatkan masyarakat adat, dalam menentukan pemanfaatan suatu wilayah. Masyarakat lain yang tidak mengalami konflik penguasaan lahan, juga bisa membuat peta untuk tujuan pengelolaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumber daya alam sehingga tidak hanya digunakan untuk kepentingan ekonomi saja. Karena dengan begitu sumber daya alam akan cepat rusak dan habis. Masyarakat juga bisa membuat peta untuk kepentingan pembelajaran budaya lokal dan pewarisan pengetahuan bagi generasi selanjutnya, terutama yang berhubungan dengan sumber daya alam. Kalau begitu penting bagi kita untuk penentuan perencanaan wilayah desa kita, karena kita sangat tergantung pada sumber daya alam yang terkandung di wilayah kita. Untuk kesejahteraan kita dan anak cucu kita ungkapnya. Munadi kilkoda Masyarakat Adat memiliki Hak atas tanah dan sumberdaya alam yang diwarisi secara turun-temurun yang dijamin Undang-undang dasar.Mengapa peta wilayah adat harus dilakukan oleh masyarakat setempat? Karena masyarakat yang hidup dan bekerja di tempat itulah yang memiliki pengetahuan mendalam mengenai wilayahnya. Beliau juga mengungkapkan mengapa Kegiatan di rumuskan di gemaf ? pertama perampasan tanah dan sumberdaya alam. Pemukiman gemaf itu masuk di wilayah konsesi PT. Weda bay Nikel. satu kali saat kita akan di relokasi. Langka-langka yang harus di persiapkan untuk merebut kembali hak-hak yang di kuasai oleh pihak luar salah satunya adalah petakan wilayah adatmu sebelum di petakan orang lain Albert Ngingi menjelaskan Training pemetaan ini di maksud untuk meningkatkan kapasitas masyarakat adat agar dapat membuat peta sendiri. Jadi, masyarakat adat dapat membuat peta sendiri secara partisipatif dengan lengkap dan akurat mengenai sejarah, tata guna lahan, pandangan hidup, dan harapan masa depan. Pemetaan Partisipatif adalah pemetaan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat mengenai tempat atau wilayah di mana mereka hidup,.Duplikasi data dan ketidak cocokan informasi akan menghambat pengambilan keputusan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat adat,ungkapnya.*** Ubaidi Abdul Halim

Writer : |