Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara 2014 dan Ulang Tahun AMAN Ke-15 I. Kebangkitan Masyarakat Adat, Sekilas Pandang… Hari itu tanggal 17 Maret 1999. Pada hari itu lebih dari empat ratus pemimpin adat dari berbagai penjuru Nusantara berkumpul di Hotel Indonesia, Jakarta. Mereka menyerukan “Jika Negara Tidak Mengakui Kami, Maka Kami Tidak Mengakui Negara”. Sebuah seruan perlawanan terhadap perampasan hak-hak Masyarakat Adat oleh negara. Perampasan itu dalam bentuk perampasan tanah, wilayah dan sumberdaya alam serta pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) serius yang terus terjadi. Pada hari itu mereka juga melahirkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Tanggal 17 Maret kemudian dimaknai oleh Masyarakat adat sebagai Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara(#HKMAN) dan juga Ulang Tahun AMAN. II. Setelah 15 Tahun Kemudian… Waktu terus bergulir. Kini pada usia AMAN ke-15 ini ada banyak peristiwa yang patut dicatat oleh Masyarakat Adat dalam perjuangannya untuk meraih pengakuan dari Negara. Setidaknya, pada #HKMAN 2014 dan HUT AMAN ke-15, ada tiga hal penting yang harus dicatat: 1. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012. Pada hari Kamis tanggal 16 Mei 2013, MK telah memutuskan permohonan Judicial Review (JR) atau Peninjauan Kembali (PK) atas Undang - Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan terhadap UUD 1945, yang diajukan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012 pada hakikatnya menyatakan bahwa hutan adat bukan lagi hutan negara. 2. Sejak keluarnya Putusan MK No. 35, masyarakat adat telah melakukan berbagai hal: 1) Gerakan Plangisasi: Masyarakat Adat menandai wilayah adat dengan Plang. Dalam memasang Plang masyarakat adat tidak boleh melakukan tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai “tindakan melawan hukum” misalnya merusak Plang yang sudah dipasang oleh pemerintah atau pihak manapun 2) Gerakan Rehabilitasi Wilayah Adat: Masyarakat Adat melakukan pemulihan kondisi wilayah adat yang sudah rusak, misalnya dengan melakukan penanaman pohon 3) Pemetaan Wilayah Adat: Masyarakat Adat melakukan pemetaan wilayah adat. Peta-peta ini harus disertai dengan rencana tata ruang, sejarah dan informasi sosial lainnya dan didaftarkan di Badan Registrasi Wilayah Adat/BRWA. Pada 14 November 2012, Badan Informasi Geospasial menerima 2,4 Juta Hektar Peta Wilayah Adat untuk dimasukkan dalam One Map. Pada tahun 2013, AMAN mentargetkan pemetaan wilayah adat seluas 20 Juta hekar pada tahun 2020 4) Dialog dengan Pemerintah:Masyarakat Adat aktif mensosialisasikan Putusan MK no 35/2012 tentang Hutan Adat dan mendorong Pemerintah Daerah untuk melaksanakan putusan MK tentang hutan adat. 5) Dialog dengan DPRD:Masyarakat Adat aktif mendorong pembuatan Perda Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat di daerahnya masing-masing 3. Rancangan Undang-Undang Pengakuana dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat (RUUPPHMA). Setelah ditetapkan sebagai salah satu RUU inisiatif DPR, pimpinan DPR kemudian mengirimkan draf RUU tersebut kepada Presiden. Pada Juni 2013 Presiden menunjuk Kementerian Kehutanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Dalam Negeri sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan RUU tersebut bersama dengan Panitia Khusus (Pansus) yang juga dibentuk oleh DPR. Kecuali Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM, penunjukan Kementerian Kehutanan dan Kementerian ESDM kembali memperkuat dugaan masyarakat adat dan masyarakat sipil yang lain mengenai kentalnya nuansa perebutan sumber daya alam dalam upaya menyusun legislasi terkait masyarakat adat. Sesuai dengan Catatan Awal Tahun AMAN tanggal 27 Januari 2014 bahwa tahun 2013 adalah tonggak sejarah baru bagi pengakuan hak-hak Masyarakat adat di Indonesia dengan adanya Putusan MK No. 35 dan RUUPPHMA. Namun demikian, Masyarakat adat masih terus mengalami konflik berbasis wilayah, tanah dan sumberdaya alam. Absennya proses FPIC (free, prior, and informed consent) secara baik dan benar berujung pada invasi dan perampasan wilayah-wilayah adat telah dimiliki oleh masyarakat adat secara turun temurun. Ironisnya, Kementrian Kehutanan (Kemenhut)justru mengeluarkan berbagai kebijakan yang bertentangan dengan Putusan MK35 dan terkesan menunda pembahasan RUUPPHMA. Bahkan, Kemenhut menggunakan Undang-undangPencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan(P3H) untuk menkriminalisasi masyarakat adat. Untuk itulah, dengan mengambil momentum #HKMAN2014 dan Ulang Tahun AMAN ke-15 ini,masyarakat adat, khususnya anggota AMAN, akan melakukan berbagai aksi kolektif baik di tingkat nasional, wilayah, daerah maupun di komunitas. Tujuan dari aksi ini adalah mendesakagar agenda masyarakat adat menjadi prioritas pemerintah dan pengambil kebijakan. Dua pesan utama yang akan disampaikan kepada publik melalui peringatan #HKMAN2014 dan HUT AMAN ke-15 adalah: 1. Pemerintah untuk segera melaksanakan Putusan MK No 35 tentang Hutan Adat 2. DPR untuk segera Pengesahan RUU PPHMA. Kontak Media: Firdaus Cahyadi , Direktur Infokom AMAN, , Hp. 081513275698. Twitter: @RumahAMAN