[caption id="" align="alignleft" width="279"] Plangisasi Masyarakat Adat Sawai[/caption] Banyak wilayah adat di Maluku Utara kini dikepung perusahan tambang. Masyarakat adat semakin kesulitan mengakses hak mereka itu. Sumber – sumber kehidupan terancam hilang dan konflik agraria terus – menerus terjadi. Masyarakat adat bahkan terancam terusir dari tempat tinggal mereka. Tugas pemerintah seharusnya melindungi masyarakat termasuk masyarakat adat, tapi pemerintah justru lebih senang mengeluarkan izin – izin tambang di wilayah hutan adat tanpa memikirkan dampak buruk yang akan dialami oleh masyarakat adat di kemudian hari. Berangkat dari situlah AMAN Malut melakukan sosialisasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 terhadap UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan kepada komunitas masyarakat adat di Maluku Utara. Sosialisasi ini dilakukan dari tanggal 21 Juni sampai 2 Juli 2013. Komunitas – komunitas yang di kunjungi antara lain Togutil Dodaga, Lolobata, Haleworuru, Sawai Kobe, Sawai Gemaf, Pnu Kya, Pnu Mesem, Hoana Pagu, Hoana Modole, Hoana Gura, Lolobata dan Sahu. Sosialisasi bertujuan agar masyarakat adat tahu, bahwa hutan adat mereka selama ini telah dikuasai oleh negara. Hutan adat tersebut kini sudah kembali pada mereka dan mereka berdaulat atas hak tersebut. ”Sosialisasi putusan MK ini dimaksudkan agar masyarakat adat mengetahui bahwa hak – hak mereka atas hutan itu dilindungi secara konstitusional, sehingga siapapun yang akan berinvestasi di wilayah adat, harus memintah izin dan persetujuan masyarakat adat. Bukan surat sakti dari bupati atau gubernur, tapi kepada masyarakat adat” ungkap Ketua BPH AMAN Malut Munadi Kilkoda. Habel Tukang Sangaji Modole mengatakan menyambut baik keputusan MK tersebut. Kami tidak akan pernah berhenti memperjuangkan hutan adat kami yang telah diputuskan oleh MK ”Kami bersyukur karena hutan adat kami diakui oleh MK dan bagi kami ini harus dihormati oleh pemerintah dan perusahan,” ujar beliau. Konstantein Manikome, Kepala Desa Gemaf, dihadapan masyarakat adat Gemaf mengatakan hutan adat kami yang saat ini dikuasai oleh PT Weda Bay Nikel membuat kami tidak berdaya, bahkan kebun kami pun di eksploitasi. ”Putusan MK ini sangat penting bagi kami masyarakat adat untuk segera mengambil kembali hak kami. Kami akan pasang plang hutan adat ini dan kepada pihak – pihak seperti perusahan dan pemerintah untuk menghormati apa yang kami lakukan” tegasnya. Melkianus Lalatang, salah satu tokoh masyarakat adat Sawai Kobe mengatakan, wilayah adat mereka yang saat ini dikuasai oleh PT Tekindo sudah dipasang plang hutan sejak putusan MK itu keluar. Plang yang dipasang itu dijaga terus–menerus dan tidak boleh siapapun termasuk perusahan dan pemerintah membukanya, karena itu hutan adat kami. Masyarakat adat merespon keputusan dengan memasang plang hutan adat di dalam wilayah adat mereka. Tulisan dalam plang tersebut menyampaikan kepada pihak luar bahwa ada pemilik wilayah adat yang harus dihormati. ***Ubaidi Abdul Halim