AMAN, 9 September 2014. Kasus penangkapan masyarakat adat di Tungkal Ulu, Sumatera Selatan pada 8 September 2014 memasuki tahap pembacaan eksepsi atas dakwaan. Seperti yang telah diberitakan oleh website AMAN sebelumnya bahwa pada Rabu (11/6/2014) di Desa. Simpang Tungkal, kecamatan Tungkal Jaya (marga Tungkal Ulu) sekitar jam 14.30 Wib telah terjadi penangkapan terhadap Bpk. Muhammad Nur Jakfar (76 th) di rumahnya setelah menghadiri acara pembukaan pelatihan pemetaan partisipatif dan deklarasi pernyataan sikap masyarakat adat mendukung Jokowi. Baca beritanya di sini. Petani dan juga aktivis masyaraat adat itu, seperti dituliskan oleh mongabay.co.id, ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian. Mereka dituduh merusak hutan Suaka Margasatwa Dangku, dan dijerat UU No.35 tahun 1990 tentang Konservasi SDA dan UU No.18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan (P3H). Enam tersangka itu, dua tokoh adat marga Tungkal yakni Muhammad Nur Djakfar (73) dan Zulkipli (53). Lalu, Dedy Suyanto (30) warga Betung, Sukisna (40), Samingan (43) dari Sukadamai, dan Anwar (29) dari Sungaipetai. Sedang Wiwit (22) menjadi saksi. Menurut Ketua Badan Pelaksana Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) Mualimin Pardi Dahlan melalui email kepada redaksi website AMAN, menyebutkan bahwa berkas perkara pidana kehutanan Bpk. M. Nur dan tersangka lainya di Palembang terbagi menjadi 6 berkas (sendiri-sendiri). "Namun, jika dilihat pada pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut, maka fokus pembahasannya terbagi menjadi 2 bagian," ungkap Dahlan, "Bapak. M. Nur dan Zulkifli, Dakwaan Ke- satu: Pasal 40 Ayat (1) UU No. 5/1990 ttg KSDA, atau Dakwaan Ke-dua: Pasal 94 Ayat (1) huruf a UU No. 18/2013 ttg P3H, sementara lanjut, Pardi Dahlan, Bapak Samingan dkk, Dakwaan Ke-satu: Pasal 40 Ayat (1) UU No. 5/1990 ttg KSDA, atau Dakwaan Ke-dua: Pasal 98 Ayat (1) UU No. 18/2013 ttg P3H." Menurut Pardi Dahlan, diperkirakan, sidang acara pembuktian akan berlangsung antara tanggal 15 atau 18 September 2014. Sementara menurut Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) Pengurus Wilayah (PW) Aliansi Masyarakat Adat Nusantra (AMAN) Sumatera Selatan Rustandi Adriansyah via telepon hari ini (9/9) kepada redaksi website AMAN mengatakan bahwa kasus ini merupakan sebuah ketidakadilan. "Ini adalah upaya peminggiran masyarakat adat," ujarnya, "Padahal di lokasi Suaka Margasatwa Dangku, berdasarkan hasil investigasi kita, justru terdapat praktik illegal logging yang dilakukan oleh perusahaan," Tim Investigasi AMAN dan Walhi Sumsel menemukan tumpukan kayu log yang diduga sebagai hasil ilegal logging di kawasan Suaka Margasatwa (SM) Dangku. Tumpukan kayu – kayu ilegal yang berjumlah sedikitnya 1000an M3 ini diduga dilakukan oleh perusahaan milik “H” yang memiliki sawmill di Desa Simpang Tungkal, Kec. Tungkal Jaya Musi Banyuasin. Selama ini praktek illegal logging yang diduga dilakukan oleh sawmill milik pengusaha “H”, beroperasinya sudah sejak lama di kawasan SM Dangku. Anehnya, praktek tersebut tidak pernah tersentuh dan di tindak secara hukum oleh aparat Kepolisian dan pihak terkait, seperti POLHUT. Ironisnya, berdasarkan temuan dilapangan perusahaan tersebut selama ini justru dijaga oleh aparat – aparat keamanan. Berita mengenai investigasi Walhi dan AMAN Sumsel itu dapat dilihat di sini.

Writer : |