Oleh: Dirga Yandri Tandi, Arnold Prima Burara, Agustina Baine' Kandaure

Iring-iringan mobil membawa rombongan Masyarakat Adat dari penjuru nusantara melakukan kunjungan ke berbagai tempat bersejarah dan sakral di Toraja. Berangkat dari Kete Kesu pukul 10.30 WITA menggunakan 20 mobil, rombongan yang berjumlah sekitar 80 orang ini menuju persingghan pertama di Tongkonan Puang Ponglabba, kawasan sentra tenun di Sa’dan Sangkaropi.

Di tempat ini, rombongan disambut keluarga Tongkonan Puang Poglabba serta tarian khas Toraja (Pa'gellu). Usai mendengarkan penjelasan mengenai Rumah Adat (Tongkonan) dan Lumbung (Alang) serta sejarah tempat tersebut, siang harinya rombongan menyantap makanan khas Toraja yakni Pa'piong (masakan bambu).

Setelah menikmati makan siang, rombongan bertolak dari Sa'dan To'barana menuju salah satu tempat sakral yakni Bori Kalimbuang.

Sa'dan To'barana
Sa'dan To'barana terletak di desa Sa'dan Malimbong, Kecamatan Sa'dan, Kabupaten Toraja Utara. Sa'dan To'barana merupakan kawasan yang dijuluki sebagai kampung sentra tenun, salah satunya ada di Tongkonan Ponglabba. Di tempat inilah asal mula kain tenun Toraja, yang kemudian berkembang hingga dikenal luas.

Mining Ponglabba, salah seorang pengerajin kain tenun Toraja, menceritakan awal mula mempelajari cara menenun didapatkan dari leluhur secara turun temurun.

Mining menerangkan dahulu bahan yang digunakan untuk menenun dari serat daun nanas. Pembuatannya dilakukan dengan cara benang dibentangkan mengelilingi rumah karena belum ada alat untuk menenun. Kemudian, pewarna yang digunakan berasal dari getah tumbuh- tumbuhan dan juga dari akar pohon yang dihaluskan.

Mining menyebut tenun yang dihasilkan dari pengerajin bisa miliki banyak motif dan semua itu dapat ditemukan di Sa’dan To’barana seperti motif paramba', motif pamiring, motif pabinti, motif pa'bunga-bunga, motif paruki.

“Semua hasil tenun dipasarkan di sekitar objek wisata To'Barana' dan juga beberapa toko di pasar seni To'Pao, Rantepao, Toraja Utara,” kata Mining Ponglabba di sela kunjungan peserta HIMAS ke Sa’dan To’barana pada Minggu (6/8/2023).

Foto Dokumentasi AMAN

Puang Ponglabba
Selain penghasi tenun, Sa’dan To’barana juga memiliki sejarah lahirnya pemimpin adat di wilayah Sa'dan bernama Puang Ponglabba.

Lewaran Rantela’bi, salah satu keturunan Puang Ponglabba menyatakan pemerintahan adat di tempat ini sudah berlangsung sebelum masa pemerintahan Belanda masuk ke Toraja pada tahun 1906. Pemimpin adatnya bernama Puang Ponglabba.

"Semua Masyarakat Adat di wilayah Sa'dan sepakat mengangkat Puang Ponglabba sebagai pemimpin adat saat itu,” terangnya.

Dikatakannya, Tongkonan (rumah adat Toraja) Puang Ponglabba pada masa itu jadi tempat penyelesaian masalah Masyarakat Adat di wilayah Sa'dan, baik perdata maupun masalah lainya. Kemudian, upacara Rambo Solo' (acara duka) dan Rambu Tuka' (acara pernikahan dan syukuran) di wilayah adat tersebut bisa dimulai jika Puang Ponglabba sudah hadir.

“Itu cara Masyarakat Adat di wilayah Sa’dan menghormati Puang Ponglabba,” kata Lewaran.

Pria paruh baya ini menerangkan bahwa keturunan Puang Ponglabba secara turun temurun bisa diangkat menjadi pemimpin adat.

“Tetapi itu dibicarakan dari dalam keluarga dulu, mana anggota keluarga yang bisa jadi pemimpin," sambungnya

Kalimbuang Bori
Usai rangkaian acara di Sa'dan To'barana, peserta bergerak menuju Kalimbuang Bori. Berada di Kecamatan Sesean, Kalimbuang Bori adalah tempat pelaksanaan upacara adat bagi orang Toraja yang juga dijadikan obyek wisata.

Dilokasi ini, terdapat 102 menhir (simbuang batu) yang berdiri tegak sebagai penanda dari setiap upacara pemakaman yang diadakan di area upacara adat (rante) ini.

Meskipun ukurannya berbeda, menhir-menhir tersebut memiliki nilai adat yang sama. Menhir atau simbuang batu hanya dapat dipasang apabila ada seseorang pemuka Masyarakat Adat yang meninggal dan diupacarakan secara adat dalam tingkatan - rapasan sapu randanan - (memotong kerbau minimal 24 ekor).

Rante Kalimbuang ini mulai digunakan untuk upacara pemakaman sejak tahun 1617 hingga saat ini. Di area belakang rante, terdapat pekuburan bayi (passilliran pia) dalam bentuk pohon yang masih hidup.

Tidak jauh dari tempat ini, juga terdapat kuburan pahat (liang paa') dan Tau-Tau (patung yang menyerupai orang yang meninggal). Namun ketika dilakukan pemugaran pada tahun 1922, Tau-Tau yang ada di Bori hilang dicuri.

Foto Dokumentasi AMAN

Peserta HIMAS Kagum
Seluruh peserta HIMAS yang mengikuti kegiatan Spritual Journey menyatakan kagum dengan adat dan budaya di Toraja.

Dorince Megue dari Jayapura Papua misalnya, ia mengaku kagum dengan rumah adat Toraja (Tongkonan) dan Lumbung (Alang) yang sangat luar biasa. Dorince mengaku baru pertama kali datang ke Toraja. Masyarakatnya sangat ramah dan baik.

“Kita disambut dengan hangat di sini (Toraja), itu membuat saya kagum," kata Dorince saat mengikuti kunjungan ke tempat bersejarah dan sakral di Toraja.

Selain mengagumi keramahan Masyarakat Adat Toraja, Dorince juga kagum dengan keunikan adat dan budaya Toraja. Ia mencontohkan saat mengunjungi objek wisata Kalimbuang Bori, mereka disuguhkan dengan keunikan adat dan budaya terkait ritual pesta orang mati di Toraja.

“Jadi sangat luar biasa acara ini,” terangnya.

Rangkaian Kegiatan HIMAS
Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi mengatakan kegiatan Spiritual Journey merupakan bagian dari rangkaian kegiatan dari perayaan HIMAS yang dipusatkan di Toraya. Dalam kegiatan ini, katanya, kita mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang sangat penting dalam keberadaan orang Toraja sebagai Masyarakat Adat.

Rukka menyebut tujuan dari kegiatan ini untuk memperkenalkan tentang adat dan budaya Toraja kepada Masyarakat Adat dari luar Toraja yang datang merayakan HIMAS.

"Masyarakat Adat dari tempat lain yang hadir ke sini memiliki tradisi dan adat yang berbeda dengan orang Toraja, sehingga pada kesempatan ini kita gunakan untuk memperkenalkan bagaimana Rante digunakan sebagai tempat ritual penguburan bagi orang Toraja, termasuk apa makna dari batu-batu (Simbuang) yang ada disini," jelasnya.

Ruka berharap informasi yang diperoleh Masyarakat Adat dari luar daerah Toraja melalui kegiatan Spiritual Journey ini menjadi bekal untuk memaknai betapa pentingnya kita menjaga adat. Juga, betapa pentingnya kita menjaga hubungan dengan leluhur yang erat kaitanya dengan filosopi 'Tallu Lolona' yakni, Lolo Tau (Manusia) Lolo Patuoan (Hewan) dan Lolo Tanananan (Tanaman).

“Filosofi ini kita sebut tiga pucuk kehidupan yakni manusia, hewan, dan tanaman,” pungkasnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Tana Toraja, Sulawesi Selatan

 

 

 

Tag : HIMAS 2023 AMAN Toraja Peserta HIMAS Kunjungi Tempat Bersejarah