Jakarta, 04/10/2014. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyatakan keprihatinan yang mendalam atas gagalnya pengesahan Undang-Undang tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat (RUU PPHMHA) oleh DPR RI dan Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. AMAN mengecam keras dan menyatakan bahwa kegagalan diundangkannya RUU ini merupakan bentuk nyata pengingkaran dan pelanggaran hak-hak Masyakarat Adat. Gagalnya RUU PPHMHA menjadi UU akan melanjutkan berbagai bentuk penindasan dan pelanggaran atas hak-hak Masyarakat Adat di Indonesia. Panitia Khusus (Pansus) DPR RI yang bertugas membahas dan mengawal RUU PPHMHA, menuding Kementrian Kehutanan/Kemenhut sebagai penyebab utama kegagalan diundangkannya RUU PPHMHA. Ketua Pansus Himmatul Aliyah mengatakan bahwa pihak Pemerintah yang diketuai oleh Kemenhut tidak serius selama proses pembahasan. Hal ini ditunjukkan melalui ketidakhadiran oleh pengambil keputusan dari Team Pemerintah dalam rapat-rapat pembahasan RUU PPHMHA bersama Pansus DPR RI, menyebabkan gagalnya pengambilan keputusan bersama. Sesuai Tata Tertib DPR RI, keputusan atas suatu Undang-Undang harus dilakukan bersama Menteri terkait atau minimal Dirjen dari kementrian yang bersangkutan. Namun Team Pemerintah tidak pernah mengikuti secara serius agenda-agenda persidangan RUU PPHMHA. Sebagaimana diketahui, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Amanat Presiden (AMPRES) pada Juli 2013, menunjuk empat kementrian untuk membahas RUU PPHMHA bersama dengan Team Pansus DPR RI. Empat kementrian ini antara lain, Kementrian Kehutanan, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Hukum dan HAM, serta Kementrian Sumber Daya Mineral (ESDM). Dalam hal ini, Kementrian Kehutanan menjadi Ketua Team Pemerintah untuk RUU PPHMHA. Abdon Nababan, Sekretaris Jendral AMAN menyatakan bahwa kegagalan diundangkannya RUU PPHMHA ini merupakan suatu kesengajaan oleh Kementrian Kehutanan sebagai Ketua Team Pemerintah. “Kementrian Kehutanan merupakan kementrian yang paling banyak bermasalah dengan Masyarakat Adat. Dalam beberapa tahun terakhir ini, berbagai konflik di wilayah dan hutan adat, mencuat ke permukaan. Konflik-konflik ini rata-rata berkaitan langsung dan tidak langsung dengan Kemenhut.” Ujarnya. Selama beberapa tahun terakhir, terdapat beberapa kebijakan yang seharusnya berdampak signifikan terhadap pengurangan kekuasaan Kemenhut. Kebijakan tersebut antara lain, Inpres tentang Moratorium Ijin Kehutanan dan keluarnya Putusan Mahmakah Konstitusi No. 35 tentang Hutan Adat. Demikian pula, adanya Nota Kesepahaman Bersama (NKB) 12 Kementrian dan Lembaga dan KPK, turut memangkas kekuasaan Kemenhut atas wilayah dan hutan. Putusan MK35 tentang hutan adat, akan mengurangi sebagian besar kuasa Kemenhut atas hutan dan wilayah-wilayah adat. “Implementasi Putusan MK35 oleh Kemenhut hingga saat ini tidak menunjukkan tanda-tanda akan dilakukan” tambahnya. Dalam Public Hearing yang dilakukan dalam Inkuiri Nasional oleh KOMNASHAM yang sedang berlangsung saat ini, berbagai perwakilan dari komunitas Masyarakat Adat menyampaikan kesaksian tentang kasus-kasus konflik yang mereka alami. Kasus-kasus ini dipicu akibat klaim negara terhadap kawasan atau wilayah adat sebagai kawasan hutan negara, perampasan tanah dan wilayah adat oleh perusahaan, pengrusakan dan pengusiran oleh aparat negara terhadap masyarakat adat di atas tanah leluhurnya, dan kian massifnya kriminalisasi oleh institusi kehutanan maupun institusi negara lainnya kepada Masyarakat Adat dengan berbagai macam alasan dan tuduhan. Oleh sebab itu, gagalnya pengesahan RUU PPHMHA berpotensi besar menyebabkan meningkatnya konflik tanpa penyelesaian. “Adanya UU yang mengakui dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat seharusnya menjadi faktor penting dalam penyelesaian konflik dan pencegahan konflik di masa yang akan datang. Sungguh sangat disesalkan UU ini tidak jadi disahkan” Ujar Abdon. AMAN berharap DPR RI dan Pemerintahan Jokowi ke depan serius membahas RUU PPHMHA ini hingga disahkan sebagai UU. AMAN juga berharap, Pemerintahan Jokowi untuk membubarkan Kementrian Kehutanan, karena merupakan bagian utama dari berbagai persoalan, serta tidak berkontribusi terhadap perbaikan situasi kehutanan, tanah, wilayah dan lingkungan di NKRI. *** Untuk keterangan lebih lanjut hubungi: Abdon Nababan, Sekjend AMAN, HP: 0811111365, e-mail: abdon.nababan@aman.or.id Rukka Sombolinggi, Deputi II Sekjend AMAN Urusan Advokasi, Hukum & Politik, HP : 08121060794 ; Email : rsombolinggi@aman.or.id

Writer : |