Oleh Imanuel Kaloh

Aliansi Masyarakat  Adat Nusantara  (AMAN) mengecam pengerusakan situs milik Masyarakat Adat yang terjadi baru-baru ini di Desa Ranoketang Atas, Kecamatan Touluaan, Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara. 

Aksi pengerusakan situs batu lisung milik Masyarakat Adat Toundanow Tonsawang yang dilakukan oleh seorang pria dengan menggunakan martil ini terekam video dan viral di media sosial. Sontak, pengerusakan situs ini menuai respon amarah dari berbagai pihak, termasuk  Pengurus Wilayah AMAN Sulawesi Utara.

Ketua Pelaksana Harian AMAN Wilayah Sulawesi Utara Kharisma Kurama menyatakan  tindakan pengerusakan situs telah menimbulkan keresahan bagi Masyarakat Adat di Sulawesi Utara. Apalagi dalam video tersebut, selain melakukan perusakan, ada pernyataan narasi kebencian pelaku yang berpotensi memprovokasi kelompok-kelompok tertentu.

Menurut Kharisma, peristiwa ini bukan hanya merusak dan menghilangkan jejak sejarah, tapi sudah melukai harga diri dan spiritualitas  Masyarakat Adat Tonsawang dan Masyarakat Adat di Minahasa, bahkan Sulawesi Utara secara umum.

Kharisma menerangkan situs Masyarakat Adat tidak bisa hanya dilihat sebagai sebuah tumpukan batu atau benda mati semata, melainkan perlu dilihat sebagai simpul vital yang menghubungkan generasi masa kini dengan leluhur, tradisi dan identitas. Keberadaan situs adalah tanda eksistensi Masyarakat Adat yang seharusnya dilindungi sebab itu adalah mandat dari konstitusi, bukan malah dirusak.

Kharisma minta Pemerintah bersama DPRD Kabupaten Minahasa Tenggara segera membentuk produk hukum daerah yang mengakui dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat.

“Produk hukum daerah ini perlu dibentuk guna mencegah peristiwa serupa terjadi di masa mendatang,” katanya pada Rabu, 30 Juli 2025.

Ketua AMAN Sulawesi Utara Kharisma Kurama. Dokumentasi AMAN

Dijamin Peraturan Undang-Undang

Kharisma menambahkan aksi pengerusakan situs ini bisa dipicu akibat kurangnya pemahaman masyarakat, lemahnya penegakkan hukum, serta absennya Pemerintah Daerah dalam mengakomodir perlindungan terhadap hak-hak Masyarakat Adat. Padahal, sebutnya, perlindungan terhadap Masyarakat Adat termasuk situs-situs telah dijamin oleh berbagai peraturan Perundang-undangan di Indonesia dan instrumen hukum Internasional.

“UUD pasal 18 b Ayat (2) menegaskan soal pengakuan dan penghormatan terhadap kesatuan Masyarakat Adat beserta hak tradisionalnya. Dalam kasus ini, situs adat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hak-hak tradisional,” jelas Kharisma.

Selanjutnya, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur tentang hak adat yang perlu dijunjung tinggi di dalam lingkungan Masyarakat Adat dan UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang mengatur tentang perlindungan dan sanksi terhadap perusakan situs dan cagar budaya. Dalam UU ini, pelaku perusakan situs dan cagar budaya dapat disanksi pidana.

Kemudian, secara Internasional, United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP) mengakui hak Masyarakat Adat untuk melestarikan, melindungi, dan mengembangkan manifestasi budaya, termasuk situs maupun ritus.

Aparat Penegak Hukum Harus Bertindak

Atas dasar inilah, kata Kharisma, AMAN Sulawesi Utara menuntut hentikan seluruh aktivitas yang merusak situs dan mengancam eksistensi Masyarakat Adat di Kabupaten Minahasa Tenggara. Kharisma mendesak aparat penegak hukum untuk segera melakukan penegakan hukum terhadap pelaku perusakan situs di Ranoketang Atas.

“Kami minta aparat hukum segera bertindak dan menangkap pelaku pengerusakan situs,”tegas Kharisma.

Dikatakannya, tanpa tindakan tegas dan komitmen nyata dari semua pihak terlebih pemerintah, situs-situs adat yang menjadi jantung peradaban akan terus terancam punah.

“Jangan sampai punah baru bertindak. Peristiwa pengerusakan situs ini menjadi pengingat bagi seluruh pihak akan pentingnya penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak Masyarakat Adat, termasuk warisan budaya,” tutupnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Minahasa, Sulawesi Utara

Writer : Imanuel Kaloh | Minahasa, Sulawesi Utara
Tag : Masyarakat Adat Perusakan Situs Minahasa Tenggara