
Masyarakat Adat Natinggir di Tano Batak Menuntut Perlindungan Usai Kekerasan TPL
18 Agustus 2025 Berita Maruli SimanjuntakOleh Maruli Simanjuntak
Ratusan Masyarakat Adat menggelar aksi unjukrasa damai ke kantor Bupati Toba pada Jum’at, 15 Agustus 2025 menyusul tindak kekerasan yang dilakukan karyawan perusahaan PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Massa yang didominasi perempuan ini menuntut perlindungan atas berbagai tindak kekerasan TPL yang merugikan Masyarakat Adat di dusun Natinggir, Desa Simare, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, Sumatera Utara.
Salah seorang perempuan peserta aksi menyatakan tanaman mereka telah dirusak oleh TPL. Padahal, tanaman tersebut penopang hidup mereka.
“Tolong Pak Bupati... tanaman kami sudah habis dirusak TPL, tanaman itu bukan untuk membuat kami kaya. Itu untuk kami makan, untuk anak-anak kami bisa sekolah, untuk kami bisa bertahan hidup. Kalau semua ini dirusak, apa lagi yang bisa kami berikan untuk keluarga kami. Kami tidak punya apa-apa lagi selain tanah itu,” ujarnya dengan suara bergetar.
Ketua Pelaksana Harian AMAN Wilayah Tano Batak, Jhontoni Tarihoran menjelaskan aksi solidaritas ini bukan sekadar membela Natinggir, tetapi memperjuangkan masa depan seluruh Masyarakat Adat di Tano Batak.
“Kami hadir di sini karena ancaman terhadap Masyarakat Adat Natinggir adalah ancaman terhadap seluruh komunitas Masyarakat Adat di Tano Batak,” tegasnya.
Jhontoni mengatakan negara harus hadir untuk melindungi hak-hak Masyarakat Adat, bukan justru membiarkan perusahaan melakukan perampasan tanah dan kekerasan.
“Tujuan kami aksi sederhana: Masyarakat Adat harus dilindungi, dan diberi kepastian atas wilayah hidupnya,” imbuhnya.
Ketua PH AMAN Tano Batak Jhontoni Tarihoran sedang berorasi. Dokumentasi AMAN
Bupati Toba Janji Akan Hentikan Kegiatan TPL
Bupati Toba Effendi Napitupulu, saat menerima perwakilan massa aksi meminta Masyarakat Adat tetap tenang sembari memastikan aspirasi dari Masyarakat Adat ditampung. Ia berjanji dalam satu minggu ke depan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Toba akan menghubungi manajemen perusahaan TPL agar kegiatan segera dihentikan.
“Awal September nanti, Pemerintah Kabupaten juga akan menyiapkan tim verifikasi yang akan berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan sehingga konflik ini tidak terulang lagi,” jelas Effendi.
Direktur KSPPM, Rocky Pasaribu menyatakan janji Pemkab Toba itu patut diapresiasi. Meskipun terkesan terlambat, Rocky menilai jaminan dari Pemkab Toba tersebut memberi semangat bagi warga untuk tetap berladang di wilayah adat. Kemudian, soal pembentukan tim verifikasi dan identifikasi Masyarakat Adat di Kabupaten Toba, patut disyukuri sebagai langkah cepat dari Pemkab Toba.
“Ini bukan hanya untuk Masyarakat Adat Natinggir, tapi juga seluruh Masyarakat Adat di Toba,” kata Rocky.
Penyebab Konflik di Natinggir
Baru-baru ini, karyawan perusahaan TPL melakukan penanaman eukaliptus secara paksa di wilayah adat dusun Natinggir disertai penyerangan dan pengerusakan rumah Masyarakat Adat pada 7 Agustus 2025.
Pasca peyerangan, Pemerintah Kabupaten Toba bersama Polres dan TNI meninjau lokasi konflik pada 9 Agustus 2025. Wakil Bupati Toba Audi Murphy Sitorus telah mengeluarkan surat pelarangan penanaman eukaliptus di lokasi konflik. Polres Toba juga sudah menjamin bahwa aktivitas penanaman TPL dihentikan.
Namun pada Jumat (15/8/2025) sekitar pukul 08.00 Wib, sebanyak 15 unit truk mengangkut karyawan dengan pengawalan ketat security TPL kembali memasuki wilayah adat Natinggir untuk melakukan penanaman pohon eukaliptus diserta pengrusakan di lahan Masyarakat Adat.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Tano Batak, Sumatera Utara