
Perempuan Adat Talang Mamak Bebas Usai Menjalani Kurungan 8 Bulan
26 Mei 2025 Berita Nuskan SyariefOleh : Nuskan Syarief
Sona akhirnya bebas setelah menjalani masa penahanan selama delapan bulan pada Jum’at, 23 Mei 2025. Perempuan Adat Suku Talang Mamak ini bisa kembali bertemu keluarga besarnya di desa Sanglap, Kecamatan Batang Cenaku, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Sona tidak banyak bicara saat proses pembebasannya. Ibu dari tujuh anak ini hanya menebar senyum ke semua orang, sambil berucap syukur : “Alhamdulillah,” kata perempuan yang punya nama lengkap Sona binti Kulupmat ini.
Proses pembebasan Sona didampingi penasehat hukum dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) dan pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Daerah Kabupaten Indragiri Hulu.
Indra Jaya selaku penasehat hukum dari PPMAN menyatakan proses pembebasan Sona sudah sesuai Tupoksi putusan hakim. Dikatakannya, Sona sudah menjalani masa hukumannya sesuai dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Rengat yang menjatuhkan hukuman selama 8 bulan kurungan dan denda 500 juta subsider 1 bulan kurungan.
“Hari ini, Sona bebas setelah menjalani masa hukuman itu,” kata Indra usai mendampingi Sona keluar dari rumah tahanan, Jum’at (23/5/2025).
Indra mengatakan kasus kriminalisasi Sona ini menjadi sebuah pembelajaran agar setiap kasus harus dilihat dan dikaji secara seksama, apalagi kasus kriminalisasi ini melibatkan Masyarakat Adat yang sehari-hari hidup dari berladang. Dalam kehidupan Masyarakat Adat Suku Talang Mamak, sebutnya, berladang merupakan budaya yang diwariskan secara turun temurun dari leluhur.
Menurut Indra, kasus kriminalisasi Sona ini mencerminkan ketidaksesuaian antara fakta dan tuduhan. Kemudian, antara kebijakan negara dan hak-hak Masyarakat aAat.
“Ke depannya, negara harus memberikan perlindungan hukum yang mempertimbangkan kearifan lokal sehingga tidak ada lagi kasus kriminalisasi yang sama terjadi di kemudian hari,” terangnya.
Pelajaran Bagi Semua
Ketua Pelaksana Harian AMAN Daerah Indragiri Hulu, Gilung mengatakan kasus kriminalisasi yang dialami Sona hingga proses pembebasannya harus menjadi sebuah pembelajaran bagi kita semua. Dikatakannya, Masyarakat Adat tidak bisa dipisahkan dengan budaya dan tradisi system berladang. Sebab, dari dulu Masyarakat Adat menggantungkan hidupnya dari ladang.
“Disana (ladang) sumber pangan di dapat dan bumbu dapur di produksi. Masyarakat Adat dari dulunya menggantungkan hidupnya kepada alam (ladang),” terangnya.
Sona ditetapkan sebagai terdakwa oleh Kejaksaan Negeri Rengat dengan tuduhan pembakaran hutan dan lahan di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Padahal, aktivitas berladang yang dilakukan oleh Sona adalah praktik agraris yang telah menjadi bagian dari kehidupan Masyarakat Adat Talang Mamak sejak lama. Sayangnya, tanpa mempertimbangkan kearifan lokal dan kebijakan yang seharusnya melindungi hak-hak Masyarakat Adat, aparat kepolisian langsung melakukan penangkapan terhadapnya.
Ketika berkas perkara dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Rengat, tidak ada pendekatan hukum yang mempertimbangkan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana. Akibatnya, Sona harus menghadapi proses hukum yang tidak berpihak kepada dirinya dan komunitasnya.
Sona resmi ditahan oleh Polres Rengat pada 27 Agustus 2024. Sona telah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Rengat. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntutnya dengan hukuman satu tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider satu bulan kurungan. Tuntutan ini dianggap tidak adil mengingat tidak ada saksi yang melihat langsung Sona melakukan pembakaran lahan secara ilegal.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Riau