
Anggota DPR Serap Aspirasi Pengesahan RUU Masyarakat Adat di Sulawesi Selatan
08 Juli 2025 Berita Sahrul GunawanOleh Sahrul Gunawan
Anggota DPR RI dari Komisi 1 Syamsu Rizal menyerap aspirasi pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat dari koalisi masyarakat sipil dan perwakilan Masyarakat Adat di Sulawesi Selatan.
Dalam kegiatan penyampaian aspirasi yang berlangsung di Aula Den Upa Rumah AMAN Sulawesi Selatan, Masyarakat Adat meminta anggota DPR untuk memahami bahwa pengesahan RUU Masyarakat Adat bukan hanya soal menunaikan tugas legislasi, tetapi juga soal menegakkan keadilan bagi Masyarakat Adat.
Syamsu Rizal selaku anggota DPR RI dari Fraksi PKB mengakui hingga kini RUU Masyarakat Adat belum disahkan DPR. Namun, RUU ini sudah lama menjadi prioritas legislasi nasional.
Syamsu Rizal berharap kita semua dapat menjadi bagian dalam perumusan maupun pengesahan RUU Masyarakat Adat ini, sebab pada dasarnya ini menyangkut ekologi, hak-hak etnografi masyarakat Indonesia yang lahir dan besar karena peran penting dari Masyarakat Adat.
“RUU Masyarakat Adat ini sudah lama menjadi prioritas legislasi nasional, bahkan pernah menjadi prioritas. Namun sampai saat ini belum juga disahkan. Saya berharap untuk kedepannya kita dapat berperan dalam perumusan dan pengesahan RUU ini,” kata Syamsu Rizal saat menerima audiensi perwakilan Masyarakat Adat dan koalisi masyarakat sipil di Aula Den Upa Rumah AMAN Sulawesi Selatan pada Kamis, 19 Juni 2025.
Anggota DPR RI Syamsu Rizal sedang memberikan keterangan soal RUU Masyarakat Adat. Dokumentasi AMAN
Momen DPR Menunjukkan Keberpihakan Terhadap Masyarakat Adat
Ketua Pelaksana Harian AMAN Wilayah Sulawesi Selatan Sardi Razak mengatakan audiensi ini pastinya akan memiliki keberlanjutan sampai RUU Masyarakat Adat disahkan menjadi Undang-Undang. Menurutnya, ini momen penting bagi DPR RI untuk menunjukkan keberpihakan nyata terhadap Masyarakat Adat. Setelah 15 tahun RUU Masyarakat Adat tak kunjung disahkan, lanjutnya, Prolegnas yang diusulkan DPR dan DPD RI menjadi awal dari komitmen konkret untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat.
“Harapannya di tahun 2025 ini, RUU Masyarakat Adat dapat segera disahkan menjadi Undang-Undang Masyarakat Adat karena Masyarakat Adat memiliki peran penting dalam kehidupan suatu negara,” ujarnya.
Sardi Razak menerangkan Masyarakat Adat dalam konstitusi UUD 1945 Pasal 18b ayat 2 sejatinya mendapatkan pengakuan dari negara dan menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat Adat serta hak-hak tradisionalnya. Itu maknanya, kata Sardi Razak, pengakuan atas tanah ulayat, wilayah, asal-usul, dan budaya tidak tersingkirkan dan tidak menjadi persoalan. Apalagi, dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/ PUU-X/2012 telah menegaskan bahwa hutan adat bukan lagi bagian dari kawasan hutan negara, melainkan bagian dari hak Masyarakat Adat.
Sayangnya, penetapan hutan adat masih jauh dari harapan. Hingga saat ini, Kementerian Kehutanan baru menetapkan 156 wilayah adat dengan luas 322.505 hektar sebagai hutan adat. Padahal, berdasarkan data BRWA, potensi hutan adat yang dapat ditetapkan mencapai 24,5 juta hektar. Kesenjangan ini, mencerminkan masih besarnya pekerjaan rumah pemerintah dalam menjalankan mandat MK-35.
“Diperlukan langkah strategis yang lebih konkret dan keberpihakan politik yang lebih kuat untuk mempercepat pengakuan hak-hak Masyarakat Adat dan wilayah adatnya,” tegas Sardi Razak.
Masyarakat Adat Bagian Penting Atas Lahirnya Negara
Sardi Razak yang akrab disapa Ian ini menyatakan jangan pandang Masyarakat Adat hanya sebagai suku, namun Masyarakat Adat ini adalah bagian penting atas lahirnya suatu negara. Sehingga inilah yang menjadi entitas penting untuk dipertimbangkan secara politik untuk pengesahan RUU Masyarakat Adat.
“Masyarakat Adat ini berpengaruh atas kelangsungan atau daya dukung alam terhadap kehidupan negara. Oleh karena itu, semua pihak harus memberikan kontribusi nyata dalam pengawalan RUU Masyarakat Adat sampai pada pengesahan menjadi Undang-Undang Masyarakat Adat,” pungkasnya.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Sulawesi Selatan