Oleh Mohamad Hajazi

Arak-arakan pesajik temolak beak dibawa oleh para perempuan adat dari berbagai dusun se-Desa Rambitan. Mereka berbaris rapi di sepanjang jalan kantor desa dengan dikawal oleh para pria. Kemudian, mereka bergerak menuju ke lokasi ritual di lapangan kantor Desa Rambitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Ritual yang dilaksanakan bersamaan dengan Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Desa Rambitan ke-70, dibuka oleh Kepala Desa Rembitan L. Minaksa.

Dalam sambutannya, L. Minaksa yang juga menjadi Pengemong Krame atau pemimpin di Komunitas Masyarakat Adat Rembitan, menjelaskan bahwa ritual itu menjadi bukti betapa pentingnya kita memperkuat dan memperkokoh tali persaudaraan antar-Masyarakat Adat Rembitan.

“Kita buktikan itu semua di ritual ini,” ujarnya di sela pelaksanaan ritual adat Menaek Pesajik Temolak Beak pada Sabtu (5/3/2022). 

Makna Ritual Adat Menaek Pesajik Temolak Beak

Menaek Pesajik Temolak Beak - yang dapat diartikan secara harafiah dengan membawa sesaji dengan tudung saji berwarna merah - merupakan tradisi Komunitas Masyarakat Adat Rembitan saat menyambut tamu kehormatan. Ritual tersebut umumnya dilaksanakan pada saat perayaan atau hari-hari besar Masyarakat Adat Suku Sasak yang berada di Komunitas Masyarakat Adat Rembitan, baik hari besar keagamaan maupun hari-hari yang dispesialkan oleh Masyarakat Adat Rembitan.

Temolak atau tembolak (tudung saji) yang warna merah merupakan tudung saji khas Suku Sasak yang terbuat dari anyaman daun lontar dengan pewarna alam, sedangkan batang bambu yang menjadi rangkanya, memiliki makna filosofis untuk kami siap menerima tamu dengan tangan terbuka dan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang kami miliki. Sementara itu, pesajik (saji) berupa makanan dari hasil pertanian dan perkebunan yang sudah kami persiapkan secara sukarela.

Pesajik temolak beak umumnya dihidangkan untuk para tetua adat, kiai (alim ulama), dan tamu kehormatan sebagai bentuk penghormatan Masyarakat Adat Suku Sasak.

Pada ritual adat Menaek Pesajik Temolak Beak tahun ini, hadir sejumlah pejabat dan tokoh masyarakat, termasuk Gubernur NTB  Dr. H. Zulkiflimansyah, S.E., M.Sc. dan Camat Pujut L. Sungkul, S.Pd., M.Pd.

Ritual tersebut diawali dengan zikir dan diakhiri dengan doa bersama yang dipimpin oleh Kiai Lusman Jayadi. Dalam doanya, ia memohon keselamatan atas wilayah adat yang menjadi ruang hidup Masyarakat Adat Rembitan kepada Sang Pencipta.

Usai berdoa, Kiai Lusman pun membuka inen pesajik temolak beak yang merupakan induk dari semua pesajik temolak beak yang disuguhkan untuk para kiai. Itu sekaligus menjadi pertanda bahwa pesajik yang dihidangkan, sudah boleh untuk mulai dimakan.

Abdul Majid, seorang tokoh pemuda adat, menerangkan bahwa tradisi tersebut merupakan warisan leluhur Masyarat Adat Suku Sasak, khususnya Komunitas Masyarakat Rembitan, yang sarat akan nilai luhur sebagai pedoman dalam setiap sendi kehidupan yang terus kami pupuk, rawat, dan pelihara hingga saat ini dan nanti.

Ia juga mengatakan bahwa dalam acara adat dan HUT Desa Rambitan itu, ikut dipamerkan hasil-hasil produk kerajinan Komunitas Masyarakat Adat Rembitan berupa kain tenun dengan motif asli Masyarakat Adat Suku Sasak di Kecamatan Pujut. Abdul Majid pun mengajak generasi pemuda adat untuk berperan aktif dalam meneruskan tradisi dan budaya leluhur agar tidak terkikis oleh arus globalisasi. Terlebih lagi, Komunitas Masyarakat Adat Rembitan telah dikenal sebagai salah satu komunitas Masyarakat Adat yang memiliki akar kuat pada budaya dan tradisi.

“Tradisi harus tetap lestari. Budaya yang mendatangkan wisata dan bukan wisata yang menghasilkan budaya,” ujarnya.

***

Penulis adalah jurnalis rakyat dari NTB.

Tag : Mohamad Hajazi Komunitas Masyarakat Adat Rembitan NTB Ritual Adat