Oleh: Dirga Yandri Tandi

Negara masih mengabaikan pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat yang mengatasnamakan pembangunan. Banyak sekali Program Strategis Pembangunan Nasional yang masuk ke Wilayah Adat tanpa melalui persetujuan Masyarakat Adat. Mulai pembangunan infrastruktur yang merampas tanah adat, hingga aturan yang belum mampu melindungi Masyarakat Adat.

Akibatnya, tidak sedikit Masyarakat Adat yang dilanggar hak-haknya. Mulai dari penangkapan, kriminalisai, bahkan perampasan wilayah adat. Kondisi ini menyebabkan populasi Masyarakat Adat di tanah air diperkirakan terus berkurang jumlahnya.

Berdasarkan data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di tahun 2022, jumlah populasi Masyarakat Adat di Indonesia diperkirakan sebanyak 20 juta jiwa.

Hal ini terungkap dalam acara talkshow ruang publik KBR yang berlangsung baru-baru ini. Talkshow yang mengusung tema "Upaya Masyarakat Adat Memperjuangkan Hak-Haknya" ini menghadirkan dua orang pembicara yakni Eustobio Rero Renggi selaku Deputi I Sekjen AMAN Urusan Organisasi dan Aldio Parante selaku Ketua Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Toraja.

Eustobio menyatakan pengabaian negara terhadap hak-hak Masyarakat Adat selama ini dikonsep dalam konteks pembangunan. Bahkan, dalam konteks ini tidak sedikit hak-hak Masyarakat Adat yang dilanggar.

Eustobio mencontohkan pelanggaran Hak-Hak Asasi Masyarakat Adat yang paling aktual saat ini adalah RUU Masyarakat Adat belum disahkan pemerintah. Kemudian, pelanggaran lainnya adalah dalam setiap acara Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI, Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraan selalu menggunakan simbol-simbol Masyarakat Adat, dalam hal ini pakaian adat.

Namun, menurutnya, apa yang dilakukan President Joko Widodo tersebut sangat bertolak belakang dengan realita dan janji-janji politiknya.

“Ini yang kita sebut negara abai terhadap Masyarakat Adat sebagai entitas,” ujarnya.

Eustobio menjelaskan selama ini Masyarakat Adat tidak pernah menolak pembangunan di tanah air. Mereka hanya menentang model-model pembangunan yang masuk ke Wilayah Adat kemudian menghancurkannya.

“Model pembangunan yang menghancurkan wilayah adat pasti ditolak oleh Masyarakat Adat. Sebaliknya, jika pembangunan itu mendukung dan memastikan regenerasi Masyarakat Adat pasti tidak ditolak,” ungkapnya.

Siap Perjuangkan Hak-Hak Masyarakat Adat

Ketua BPAN Toraja Aldio Parante menyatakan pemuda adat sangat menyayangkan sikap pemerintah yang hingga kini masih mengabaikan hak-hak Masyarakt Adat. Dikatakannya, pemuda adat sebagai pewaris estafet regenerasi ke depan siap mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat.

“Kami pemuda adat siap memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat yang selama ini diabaikan oleh pemerintah,” katanya.

Aldio mengatakan sebagai bagian dari Masyarakat Adat, pemuda adat tetap konsisten mendukung pengesahan RUU Masyarakat Adat. Pemuda adat juga mendukung langkah dan upaya yang sudah dilakukan AMAN untuk mempercepat pengesahan RUU Masyarakat Adat.

"RUU Masyarakat Adat sangat penting untuk segera disahkan oleh pemerintah, karena ini akan menjadi pegangan Masyarakat Adat ke depan. Sayangnya secara birokrasi pemerintahan belum ada titik terang soal RUU Masyarakat Adat ini,” ujarnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Tana Toraja, Sulawesi Selatan

 

Tag : Mengabaikan Hak-Hak Masyarakat Adat