Oleh : Apriadi Gunawan

Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat  Nusantara (AMAN) akan melaksanakan seminar nasional dengan tema “Urgensi Pengesahan RUU Masyarakat Adat Pasca-Pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja, pada 12 Juli 2023 di Jakarta.

Seminar ini akan dihadiri pengurus AMAN, jaringan organisasi masyarakat sipil, perguruan tinggi/akademisi, mahasiswa, organisasi kepemudaan dan pelajar, kementerian/lembaga pemerintah, anggota MPR/DPR/DPD, serta lembaga penelitian. 

Sejumlah narasumber dan pembicara kunci dijadwalkan akan hadir dalam seminar nasional ini, yaitu Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Wakil Menteri Hukum, dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej, Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas.

Kemudian, Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi, Ketua Dewan AMAN Nasional Stefanus Masiun, Ketua Umum PEREMPUAN AMAN Devi Anggraini, dan Abdon Nababan. Selain itu, ada juga akademisi Yance Arizona dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Deputi II Sekjen AMAN Bidang Advokasi dan Partisipasi Politik Masyarakat Adat, Erasmus Cahyadi mengatakan semua pemateri yang tampil dalam seminar nasional ini sangat mumpuni. Pria yang akrab disapa Eras ini berharap seminar nasional ini dapat mendorong pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat menjadi Undang-Undang.

“Ini harapannya, seminar nasional ini bisa memastikan RUU Masyarakat Adat menjadi prioritas untuk disahkan menjadi Undang-Undang dalam masa periode akhir kepemimpinan Presiden Jokowi,” kata Eras pada Selasa (4/7/2023).

Foto Dokumentasi AMAN

Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum, dan HAM PB AMAN, Muhammad Arman menyatakan sudah dua dekade RUU Masyarakat Adat tak kunjung disahkan. RUU Masyarakat Adat hanya bolak balik masuk program legislasi nasional, namun tidak pernah disahkan dalam sidang paripurna DPR.

Arman menyatakan hingga saat ini komitmen pemerintah dan DPR belum terlihat dengan sungguh-sungguh untuk membahas RUU Masyarakat Adat, alih-alih mengesahkannya menjadi Undang-Undang.

Ia menegaskan sudah selayaknya RUU Masyarakat Adat disahkan mengingat keberadaan Masyarakat Adat di Indonesia telah ada jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk.

“UUD 1945 mengakui keberadaan Masyarakat Adat, ini dapat terlihat pada Pasal 18 UUD 1945 (sebelum amandemen),” kata Arman.

Dikatakannya,  pengakuan dan perlindungan konstitusional terhadap Masyarakat Adat tidak pernah hilang setelah UUD 1945 diamandemen, dimana pengakuan dan perlindungan terhadap Masyarakat Adat ada tercantum di dalam Pasal 18 B ayat (2) dan Pasal 28 I ayat (3) UUD 1945. Namun sedihnya, Masyarakat Adat kerap jadi korban kriminalisasi.

Arman menyebut, berdasarkan catatan AMAN pada akhir tahun 2022,  dalam kurun waktu waktu 5 (lima) tahun terakhir telah terjadi 301 kasus perampasan wilayah adat seluas 8,5 juta hektar dan 672 orang Masyarakat Adat dikriminalisasi.

Menurut Arman, masifnya tindakan kriminalisasi Masyarakat Adat ini berakar pada paradigma politik pengakuan keberadaan Masyarakat Adat beserta hak-haknya yang tersebar di dalam berbagai peraturan perundangan-undangan. Cara pandang pengakuan Masyarakat Adat yang tersedia bersifat sangat politis karena meletakkan pengakuan keberadaan Masyarakat Adat di dalam arena legislasi daerah, yaitu pengakuan dalam bentuk Peraturan Daerah.

Arman menambahkan hal ini diperparah dengan paradigma pembangunan ekonomi politik yang ekstraktif, sebagaimana tertuang di dalam UU Cipta Kerja.

“Karut-marut peraturan perundangan-undangan yang mengatur keberadaan masyarakat beserta hak-hak tradisionalnya menyebabkan Masyarakat Adat mengalami peminggiran dan tidak jarang berujung pada kriminalisasi akibat mempertahankan hak atas wilayah adatnya,” ungkapnya.

Arman menuturkan dari berbagai hasil penelitian lembaga negara, seperti Komnas HAM, BPHN maupun  perguruan tinggi serta organisasi masyarakat sipil menunjukkan bahwa kelahiran Undang-Undang tentang Masyarakat Adat merupakan langkah utama untuk memulihkan sekumpulan hak konstitusional Masyarakat Adat, khususnya yang berkaitan dengan hak atas wilayah adat dan sumber daya alam.

Berdasarkan hal ini, sebut Arman, Pengurus Besar AMAN menggelar seminar nasional yang bertujuan untuk memperkuat posisi Masyarakat Adat ditengah semakin melemahnya komitmen politik pemerintah untuk mengakui, menghormati dan memenuhi hak-hak konstitusional Masyarakat Adat.

“Melalui seminar nasional ini, kita ingin mendapatkan masukan dari publik di dalam mengawal proses pembahasan substantif maupun strategi untuk memastikan pengesahan RUU Masyarakat Adat menjadi Undang-Undang,” kata Arman.

 

 

Writer : |
Tag : Seminar Nasional RUU Masyarakat Adat