Siaran Pers Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) “RUU PPHMA Harus Mengakomodir Kepentingan Masyarakat Adat” Ambon, 10 Februari 2013,- Proses konsultasi publik di daerah-daerah yang dilakukan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) terkait Rancangan Undang-Undang tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (RUU PPHMA) terus bergulir sejalan dengan proses pembahasannya oleh Pemerintah. RUU PPHMA yang saat ini masuk dalam daftar prioritas Baleg telah dikonsultasikan oleh AMAN kepada 16 Wilayah di Nusantara. Kali ini konsultasi publik dilaksanakan oleh Pengurus Wilayah AMAN Daerah Maluku bertempat di Ruang Rapat Utama DPR-D Kota Ambon. Konsultasi ini menghadirkan kurang lebih 30 peserta yang berasal dari pihak akademisi, pemerintah daerah, LSM, perwakilan masyarakat adat, dan perwakilan Pengurus Besar AMAN. “Terkait dengan terminologi yang digunakan dalam RUU PPHMA, saya melihat istilah ‘Masyarakat Adat’ sebagai istilah yang paling tepat karena istilah tersebut memberikan pendekatan holistik sedangkan istilah ‘Masyarakat Hukum Adat’ mengalami penyempitan makna yang akan berimplikasi pada proses implementasi produk hukum ini.” Jelas Dekan Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Jantje Tjiptabudi dalam materi yang Beliau sampaikan (10/02). “Disamping itu saya melihat belum ada pengaturan terkait tanggung-gugat pemerintah Dalam draft RUU ini. RUU PPHMA harus memperjelas sanksi bagi Negara dalam hal ini pemerintah jika tidak mengimplementasikan pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat seperti yang diamanatkan oleh RUU ini.” Tambahnya. Disamping itu dukungan dari pihak pemerintah disampaikan melalui salah satu Anggota DPR-D Wilayah Kota Ambon yang juga menjadi nara sumber dalam konsultasi tersbut. “Kami mendukung draft yang diajukan oleh AMAN karena lebih substansial dan realistis hanya saja perlu dielaborasi lebih jauh terkait ketentuan beberapa pasal dalam Draft RUU versi AMAN ini.” Perdebatan juga terjadi saat diskusi terkait asas yang digunakan sebagai materi muatan RUU PPHMA. Beberapa pendapat dikemukakan mengenai asas Musyawarah sebagai asas operasional yang seharusnya dapat menggantikan asas Bhineka Tunggal Ika karena pengakuan terhadap kebhinekaan telah ada dalam asas Musyawarah. Hal ini diklarifikasi secara jelas dan tegas oleh Perwakilan PB AMAN. “Terkait dengan asas yang digunakan, posisi AMAN mengapa Bhineka Tunggal Ika begitu fundamental bagi RUU ini adalah karena asas ini tidak hanya berbicara mengenai proses demokrasi deliberatif atau yang lebih kita kenal dengan Musyawarah. Asas Bhineka Tunggal Ika menjadi salah satu semangat utama lahirnya RUU ini. Asas ini mempunyai makna yang lebih luas yang mengakui keberbedaan masyarakat adat dalam sistem politik, sosial, budaya maupun ekonomi. Disamping itu, penghormatan terhadap kebhinekaan adalah tuntutan utama gerakan masyarakat adat baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional jadi akan sangat berbahaya jika kita mempersempit makna Bhineka Tunggal Ika menjadi sekadar proses Musyawarah.“ Jelas Patricia Wattimena, Staf Urusan HAM dan Hubungan Internasional Pengurus Besar AMAN. Konsultasi Publik RUU PPHMA Wilayah Maluku menghasilkan 13 butir rekomendasi. Disamping rekomendasi terkait substansi RUU PPHMA, usulan juga disampaikan terkait perubahan Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 dalam Amandemen ke-5 karena inkonsistensi terkait terminologi yang digunakan pada Pasal 18B Ayat (2) dan Pasal 28I Ayat (3), serta usulan kepada pemerintah untuk meratifikasi Konvensi ILO No. 169 Tahun 1989. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut silahkan hubungi: Patricia M Wattimena, Staf Urusan HAM dan Hubungan Internasional Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara patricia@aman.or.id 085243753674