[caption id="" align="alignleft" width="285"] Peringatan Hari HAM[/caption] Kab. Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan, 10 Desember 2013 - Gerakan masyarakat adat se-Nusantara saat ini mendorong percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan dan Pengakuan Hak-Hak Masyaraat Adat (PPHMA). Gerakan ini didukung sepenuhnya oleh komunitas-komunitas masyarakat anggota AMAN karena diyakini mampu menjawab kondisi-kondisi (kemiskinan, pelanggaran HAM, Konflik) yang terjadi di tengah masyarakat adat di Indonesia. “Adalah langkah maju, jika RUU ini disahkan menjadi Undang-undang, namun akan menjadi kendala tersendiri bagi pemerintah Kabupaten Enrekang, karena identifikasi atau data mengenai masyarakat adat Kabupaten Enrekang masih sangat minim” kata Chairul Tahir, SE (Wakil Ketua I, DPRD Kabupaten Enrekang) menyambut Sosialisasi RUU Perlindungan dan Pengakuan Hak-Hak Masyarakat Adat, yang dihadiri Komisi III DPRD Kabupaten Enrekang, Pemerintah Kabupaten Enrekang, Pengurus Besar AMAN dan Pengurus Wilayah AMAN Sulsel pada tanggal 10 Desember 2013 lalu di Gedung DPRD Kabupaten Enrekang Ketua BPH AMAN Massenrempulu, Paundanan Embong Bulan menyampaikan, bahwa di Kabupaten Enrekang kini tercatat 19 komunitas adat yang masih mempertahankan sistem dan adat hukum adat. Sesuai dengan salah satu persyaratan dalam draf RUU Perlindungan dan Pengakuan Hak-Hak Masyarakat Adat yang sedang diproses oleh DPR RI. Paundanan menghimbau Pemerintah Kabupaten Enrekang dan DPRD Kabupaten Enrekang ikut mendorong lahirnya PERDA ini di Kabupaten Enrekang”. “Kalau Masyarakat Adat Kuat, NKRI akan semakin kokoh, tentunya dibutuhkan regulasi atau perundang-undangan yang memastikan pengakuan dan perlindungan atas Hak-Hak Masyarakat Adat Indonesia,” papar Mahir Takaka, Deputi III PB AMAN saat menyampaikan latar belakang, tujuan, proses analisis kritis serta substansi yang tertuang dalam RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat tersebut. Kesimpulan akhir pada kegiatan yang diselenggarakan oleh Pengurus Daerah (PD) AMAN Massenrempulu ini sepakat bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) PPHMA harus segera disahkan, karena Undang-Undang ini diyakini merupakan jawaban atas ketidakpastian hukum masyarakat adat se-Nusantara yang harus diakui dan lindungi oleh negara sesuai Konstitusi Negara Republik Indonesia, tertuang dalam pasal 18 huruf (b) dan pasal 28 huruf (i) UUD 45. Hal penting lainnya yang disepakati dalam pertemuan tersebut adalah kesepakatan untuk mendorong PERDA Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Adat di Kabupaten Enrekang, “kita tunggu dulu apabila RUU ini sudah disahkan, baru kita mulai diskusi atau pertemuan yang lebih intensif untuk mendorong PERDA masyarakat adat di Kabupaten Enrekang,” seperti yang disampaikan bapak Chairul Tahir, SE (wakil Ketua DPRD Enrekang) Dari tempat terpisah Muslimin Bando (Bupati Enrekang) dalam pertemuan silatuhmi Pengurus AMAN di rumah dinasnya merespon hasil-hasil kesepakatan di kantor DPRD Enrekang. “Untuk saat ini langkah cepat yang mesti kita lakukan adalah mendorong pengakuan atas etnis Massenrempulu kepada pihak-pihak luar. Apa saja yang mejadi simbol Massenrempulu sudah harus disepakati, seperti pakaian adat dan budaya-budaya lainnya. Hal ini menjadi sangat penting, biarpun regulasinya sudah ada tapi pihak luar dan masyarakat di Massenrempulu tidak memahami eksistensi atau jati dirinya, itu akan menjadi sia-sia”, ungkap Muslimin Bando. (Armansyah Dore)

Writer : |