Oleh: Apriadi Gunawan

Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mendesak pemerintah segera mensahkan RUU Masyarakat Adat menjadi Undang-Undang karena urgensinya untuk menyelamatkan manusia pada masa depan.

Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi menyatakan saat ini sudah saatnya untuk mengakui dan melindungi Masyarakat Adat melalui Undang-Undang Masyarakat Adat. Sebab, di tengah Masyarakat Adat yang terjepit sana sini oleh berbagai regulasi, Undang-Undang Masyarakat Adat punya urgensi untuk menyelamatkan manusia dan bumi di masa depan.

“Masa depan dunia ditentukan oleh Masyarakat Adat, karena itu segera sahkan RUU Masyarakat Adat menjadi Undang-Undang,” kata Rukka dalam sambutannya saat membuka Seminar Nasional/Dialog Terbuka “Urgensi Pengesahan RUU Masyarakat Adat Pasca Pengesahan UU Cipta Kerja” di Hotel Bidakara Jalan Gatot Subroto Jakarta Selatan, Rabu (12/7/2023).

Seminar Nasional yang dilaksanakan oleh PB AMAN ini dihadiri sekitar 100 peserta dari perwakilan Komunitas Masyarakat Adat, Jaringan Organisasi Masyarakat Sipil, Perguruan Tinggi, Kementerian/Lembaga,dll. Seminar yang diformat dalam dialog terbuka ini dipandu oleh Yayan Hidayat dari PB AMAN.

Rukka menjelaskan keberadaan kita di dunia ini sesungguhnya ditopang oleh Masyarakat Adat karena 80 persen kekayaan sumber hayati biodiversity yang ada tersisa di dunia ini dijaga oleh Masyarakat Adat. Jadi saat ini urgensi sekali melindungi Masyarakat Adat.

Rukka menambahkan urgensi Undang-Undang Masyarakat Adat tidak lagi diletakkan hanya menyelamatkan Masyarakat Adat tapi sesungguhnya mandat (konstitusi) dan tanggung jawab kita bersama, karena ini menyelamatkan manusia dan bumi di masa depan.

Ditegaskannya, kita tidak boleh meletakkan seolah-olah pengesahan UU Masyarakat Adat ini adalah kebaikan terhadap Masyarakat Adat.

“Tidak, ini adalah kebaikan untuk kita semua,” tandasnya.

Rukka menyatakan kehadiran kita di sini karena sedang terus memperjuangkan Undang-Undang Masyarakat Adat. Sudah lebih dari 10 tahun rancangan ini mangkrak di DPR. Periode pertama zaman (Presiden) SBY, jatuh di tangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Lalu, periode pertama (Presiden) Jokowi, mandek di tangan pemerintah.

Rukka menuturkan kita tidak perlu Undang-Undang Masyarakat Adat seandainya tidak ada Undang-Undang Cipta Kerja, tidak ada UU IKN, atau UU lain yang merampas wilayah adat dan mengkriminalisasi Masyarakat Adat.  

Sekarang ini, katanya, masalah bangsa ini bukan di depan pintu tapi sudah di depan hidung kita. Dengan adanya UU Cipta Kerja, pertama membuka karpet merah untuk menyisir dan menghabisi wilayah adat yang masih tersisa.

“Dalam lima tahun terakhir, telah terjadi kasus perampasan wilayah adat di 8,5 juta hektar  tanpa perlindungan, ada 672 warga Masyarakat Adat yang dikiriminalsiasi dan sektornya adalah dari kawasan hutan,” ungkapnya.

Rukka menjelaskan kenapa kawasan hutan, karena 68 persen wilayah adat yang dipetakan masuk wilayah hutan. Kalau sampai wilayah adat terus digerus, hutan terus diambil maka kita berada pada titik terlemah bahkan ketika mau menolong dunia, jadi tidak bisa.

Karenanya sebelum  terlanjur, kata Rukka, saat ini sudah saatnya untuk mengakui dan melindugi Masyarakat Adat melalui Undang-Undang Masyarakat Adat. “Tapi tidak boleh seperti draft yang ada sekarang ini. Harus dievaluasi lagi karena sudah berbeda dengan semangat awal ketika RUU Masyarakat Adat dibuat,” ujarnya.

Rukka mengungkap dari partisipasi politik Masyarakat Adat saat ini, kader AMAN sudah menghasilkan 216 produk hukum daerah. Produk ini kita gunakan untuk memastikan pemerintah mengembalikan wilayah adat dalam bentuk hutan adat karena persyaratan dari hutan adat adalah Peraturan Daerah (Perda) dan peta wilayah adat.

Satu yang ingin saya sampaikan bahwa tidak ada kita minum dari piala emas, semua yang kita capai adalah hasil perjuangan. 

“Semua itu hasil perjuangan kita, bahkan ada yang berdarah-darah, ada yang harus diawali dulu dengan masuk penjara dan kehilangan nyawa,” tuturnya.

***

 

 

 

Writer : |
Tag : Sahkan RUU Masyarakat Adat