Oleh Simon Welan

Masyarakat Adat Poco Leok di Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur menolak pembangunan Geothermal di wilayah adatnya. Mereka mendesak pemerintah untuk segera menghentikan proyek tersebut.

“Hentikan pembangunan proyek Geothermal di Poco Leok,” kata Maria Suryati Jun dalam orasinya saat berunjukrasa ke kantor Bupati Manggarai pada 9 Agustus 2023.

Sekitar 500 orang Masyarakat Adat Poco Leok dari 10 gendang (suku besar) mendatangi gedung DPRD dan kantor Bupati Manggarai di Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) pada 9 Agustus 2023. Ke-10 gendang tersebut adalah Gendang Tere, Gendang Lungar, Gendang Rebak, Gendang Cako, Gendang Jong, Gendang Nderu, Gendang Mori, Gendang Mocok, Gendang Mucu, dan Gendang Racang.

Mereka datang mengendarai delapan bus dan berhenti di titik kumpul pertigaan Gereja Katedral Maria Assumpta Ruteng. Semuanya mengenakan pakaian adat Manggarai yang menunjukkan jati diri sebagai bagian dari Masyarakat Adat yang menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan budaya warisan leluhur. Selanjutnya, mereka melakukan aksi jalan bersama menuju kantor DPRD dan Bupati Manggarai sambil melakukan orasi dan meneriakkan yel-yel penolakan tambang Geothermal.

“Poco Leok is not for Sale. Kami hidup dengan mengolah tanah kami, bukan dengan menjual tanah kami,” teriak Maria, salah seorang perempuan adat Gendang Mocok.

Maria mendesak Bupati Manggarai, Herybertus G.L. Nabit segera mencabut Surat Izin Penetapan Lokasi Poco Leok sebagai lokasi proyek panas bumi (geothermal). Sebab, penetapan lokasi tersebut berada di wilayah adat, yang notabene bagian dari ruang hidup Masyarakat Adat Poco Leok.

“Cabut segera SK penetapan lokasi PLTP Ulumbu di Poco Leok,” katanya sembari mengaku Masyarakat Adat Poco Leok tidak pernah tahu dengan penerbitan SK tersebut.

Maria menyatakan surat keputusan penetapan Poco Leok sebagai lokasi pembangunan proyek Geothermal yang diterbitkan Bupati Manggarai akan membunuh kehidupan Masyarakat Adat karena tanah yang menjadi sumber kehidupan telah dirusak.

Menurutnya, perusakan ini akan menjadi malapetaka bagi kami dan anak cucu jika bumi Poco Leok yang selama ini telah memberikan kehidupan bagi kami diserahkan kepada pemerintah atau perusahaan untuk pembangunan Geothermal.

“Sekali lagi saya tegaskan, kami tidak akan pernah menyerahkan Poco Leok untuk lokasi pembangunan Geothermal karena kami tidak mau anak cucu kami nanti hidupnya menderita sepanjang masa,” katanya.

Daniel Adur, salah seorang orator lainnya mengutuk tindakan perampasan tanah serta perampasan hak dan budaya Uma Peang Gendang One oleh Pemeritah Dearah Kabupaten Manggarai. Daniel juga mengecam tindakan kekerasan aparat keamanan terhadap Masyarakat Adat yang tengah berjuang mempertahankan hak-haknya. Menurutnya, tindak kekerasan yang dilakukan aparat selama ini merupakan bentuk kriminalisasi dan intimidasi yang telah menginjak-injak harkat dan martabat Masyarakat Adat sebagai pemilik tanah ulayat di Poco Leok.

“Kami tidak melakukan kriminal apa pun di tanah adat. Kami hanya Masyarakat Adat yang berjuang mempertahankan hak-hak kami sebagai pemilik tanah ulayat. Kami ingin mempertahankan adat dan budaya leluhur kami agar harkat dan budaya tidak diinjak-injak,” ungkap Daniel.

Menanggapi aksi Masyarakat Adat Poco Leok, Wakil Bupati Manggarai Heribertus Ngabut menyatakan bahwa proyek Geothermal Poco Leok merupakan proyek strategis nasional yang harus didukung oleh seluruh lapisan masyarakat. Ia mengaku telah mencatat apa yang menjadi kecemasan dari Masyarakat Adat Poco Leok. Namun, Wakil Bupati Heribertus Ngabut tidak dapat memberikan jawaban atas kecemasan-kecemasan yang dirasakan oleh Masyarakat Adat Poco Leok.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Nusa Bunga

Writer : |
Tag : Masyarakat Adat Poco Leok Geothermal Manggarai