Oleh Maruli Tua Simanjuntak

Masyarakat Adat Tano Batak kedatangan tamu spesial dari rombongan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada pertengahan Maret 2022 lalu. Rombongan yang dipimpin oleh Koordinator Subkomisi Penegakan HAM/Komisioner Mediasi Hariansyah tersebut, adalah untuk menindaklanjuti pengaduan Masyarakat Adat Tano Batak atas berbagai tindak kekerasan yang dilakukan oleh PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Rombongan Komnas HAM berada di Tano Batak selama tiga hari pada 15-17 Maret 2022. Mereka didampingi oleh Badan Pengurus Harian (BPH) AMAN Tano Batak dan Kelompok Studi Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM). Selama berada di Tano Batak, Komnas HAM melakukan pemantauan dan penyelidikan langsung ke beberapa komunitas Masyarakat Adat  yang berada di Kabupaten Toba dan Tapanuli Utara, Sumatera Utara.

Di Toba, Komnas HAM mengunjungi  Komunitas Masyarakat Adat Matio di Desa Parsoburan Barat, Kecamatan Habinsaran; Komunitas Masyarakat Adat Natinggir di Desa Simare, Kecamatan Habinsaran; dan Komunitas Masyarakat Adat Janjimaria di Desa Janjimaria, Kecamatan Borbor. Sementara itu, di Kabupaten Tapanuli Utara, Komnas HAM mengunjungi Komunitas Masyarakat Adat Tornauli di Desa Manalu Dolok, Kecamatan Parmonangan; Komunitas Masyarakat Adat Ompu Panggal Manalu di Desa Aek Raja, Kecamatan Parmonangan; Komunitas Masyarakat Adat Bonan Dolok di Desa Purba Dolok, Kecamatan Parmonangan; Komunitas Masyarakat Adat Ompu Bolus Simanjuntak; Komunitas Masyarakat Adat Ompu Ronggur Simanjuntak; dan Komunitas Adat Sitonong Tampubolon di Kecamatan Sipahutar.

Hariansyah menyatakan bahwa tujuan kedatangan Komnas HAM ke Tano Batak, yaitu untuk memperkuat data dan bukti terkait pengaduan masyarakat atas tindak kekerasan yang dilakukan TPL. Selain itu, mereka juga ingin mengetahui perkembangan Masyarakat Adat Tano Batak yang hingga saat ini masih terus memperjuangkan wilayah adatnya.

“Inti kunjungan kami ke Tano Batak (adalah) ingin memastikan hukum berjalan adil, tidak boleh ada pelanggaran hak asasi manusia,” kata Hariansyah saat melakukan kunjungan lapangan di Komunitas Masyarakat Adat Tornauli di Desa Manalu Dolok, Kecamatan Parmonangan, Kabupaten Tapanuli Utara pada Kamis, 16 September 2022.

Ia menambahkan bahwa semua data dan bukti yang dikumpulkan akan dijadikan bahan untuk memanggil para pihak terkait. Selanjutnya, Komnas HAM juga akan membuat rekomendasi kepada DPR dan presiden untuk penyelesaian persoalan yang dihadapi masyarakat secara keseluruhan, mencakup perampasan ruang hidup, perusakan lingkungan, pencemaran sumber air, dan lainnya.

Menanggapi kedatangan Komnas HAM itu, tokoh Masyarakat Adat Tano Batak Hotman Siagian menyatakan bahwa kasus kekerasan yang dilakukan TPL terhadap Masyarakat Adat Tano Batak, sudah berulang kali dilaporkan ke Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat, bahkan aparat penegak hukum. Hotman menambahkan, pelaporan yang mereka sampaikan, pula dilengkapi dengan dokumentasi serta bukti pendukung lainnya.

"Sudah sering kami laporkan dan sudah sering pula dikunjungi,” ucapnya saat bertemu dengan tim Komnas HAM di Tano Batak pada 15 Maret 2022. ”Namun, hingga saat ini, belum ada niat baik dari pemerintah untuk menyelesaikan persoalan yang kami hadapi.”

Hotman berharap kehadiran rombongan Komnas HAM dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan Masyarakat Adat Tano Batak yang selama 30 tahun menderita akibat ulah TPL. Ia juga ingin agar Komnas HAM segera mendesak Pemerintah Kabupaten Toba untuk menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Wilayah Adat seperti yang sudah dilakukan oleh kepala daerah di kabupaten lain.

Op. Iren Pasaribu selaku Penatua Adat Natnggir, menceritakan bahwa jauh sebelum ada TPL, bahkan sebelum Indonesia Merdeka tahun 1945, leluhur kami sudah terlebih dahulu berdomisili di Huta Natinggir. Ia pun bertanya-tanya, mengapa ketika kami bercocok tanam di tanah peninggalan leluhur kami tersebut, kami ditakut-takuti dan diancam dengan menghadapkan kami ke pihak kepolisian. Lalu, mengapa kami tidak bisa mendirikan rumah untuk tempat tinggal di atas tanah kami sendiri.

“Kami menjadi budak di atas tanah kami sendiri,” tandasnya sembari berharap kedatangan Komnas HAM ke Tano Batak dapat memberikan solusi untuk menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi selama bertahun-tahun.

Hal senada disampaikan oleh Jespaer Simanjuntak selaku Ketua Komunitas Masyarakat Adat Ompu Bolus Simanjuntak. Ia bilang, selama ini kehidupan Masyarakat Adat sangat bergantung pada hasil tanah peninggalan leluhur, salah satunya kemenyan.

“Hasil dari kemenyaan tersebut yang kami gunakan untuk menghidupi dan menyekolahkan anak dan cucu kami,” ujar Jespaer.

Namun, sebut Jespaer, sejak ada Indorayon (kemudian kini berganti nama menjadi TPL), penghasilan Masyarakat Adat untuk membiayai hidup, kian berkurang. Menurutnya, hutan kemenyaan banyak dibabat dan dialihfungsikan menjadi tanaman eukaliptus oleh TPL.

Dampak lain dari kehadiran TPL, adalah pencemaran sumber air mimum. Sebelum ada TPL, sumber air kami sangat jernih. Tetapi, setelah kehadiran TPL, sumber air kami menjadi tercemar dan keruh.

Menurut Jespaer, TPL juga sering melakukan intimidasi dan kriminalisasi kepada warga. Pada 2017, saudara kami, yaitu Lambok Simanjuntak, mendapat surat panggilan dari Polres Tapanuli Utara dengan dugaan melakukan tindak pidana pembakaran lahan. Selain itu, beberapa waktu lalu, ketika kami melakukan reklaiming lahan untuk perluasan lahan untuk bercocok tanam, pihak TPL menghalangi kami. Ironisnya, sejumlah barang, seperti selimut, kuali, periuk, piring, sendok, dan bibit tanaman yang akan kami tanam di wilayah adat kami, dicuri oleh para buruh TPL.

“Semua barang kami yang hilang itu berada di kemah buruh TPL,” ujarnya.

Namun, Jespaer menyatakan bahwa kejadian tersebut tidak kami laporkan ke pihak berwajib dikarenakan setiap kami membuat pengaduan terkait pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan, tidak pernah ditanggapi oleh pihak berwajib. Tetapi, ketika kami membuat pengaduan, di mana kami turut menanggung beban biaya dan alokasi waktu, justru tidak ada dampak positifnya bagi kami.

“Atas dasar itu, kami sangat berharap kunjungan dari tim Komnas HAM di wilayah adat kami, dapat menjadi solusi untuk penyelesain keresahaan yang kami hadapi selama 30 tahun terakhir,” ungkap Jespaer.

Direktur KSPPM Delima Silalahi mengapresiasi kunjungan Komnas HAM ke Tano Batak. Ia mengatakan bahwa kunjungan tim Komnas HAM itu diharapkan dapat melengkapi data dan bukti bahwa perusahaan TPL selama ini tidak berpedoman pada prinsip HAM dalam menjalankan bisnisnya. Menurutnya, pemerintah selama ini abai dalam pemenuhan hak Masyarakat Adat di Tapanuli Utara dan Toba. Sederet persoalan yang mengarah pada pelanggaran HAM, dibiarkan tanpa penyelesaian.

“Konflik agraria ditangani dengan sangat lambat, sehingga memicu ragam persoalan, seperti kriminalisasi, intimidasi, dan pemiskinan,” ujarnya.

Delima menambahkan, kerusakan lingkungan juga dibiarkan terus, sehingga itu mengancam kehidupan Masyarakat Adat di wilayah adatnya sendiri. Sungai-sungai yang menjadi sumber air minum, sistem irigasi, dan kebutuhan rumah tangga lain, tercemar akibat perusakan hutan, pemakaian pupuk kimia, dan pestisida. Hak atas kebudayaan juga dirampas dengan dirusaknya berbagai makam leluhur, situs sejarah, dan tradisi lokal. Politik adu domba kerap dilakukan, sehingga menciptakan konflik horizontal di antara sesama masyarakat.

“Semua bukti pelanggaran HAM yang dilakukan perusahaan dan didukung pemerintah tersebut, harus menjadi perhatian serius Komnas HAM,” tandasnya.

Ketua BPH AMAN Tano Batak Roganda Simanjuntak mengatakan bahwa AMAN Tano Batak mengapresiasi respons cepat yang diambil oleh Komnas HAM terhadap tuntutan Masyarakat Adat.

"Kami sangat berharap Komnas HAM mau dan mampu mendesak Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak Masyarakat Adat di Tano Batak. Kami berharap pemantauan ini masih berlanjut di wilayah lain, seperti  Humbang Hasundutan, Samosir, dan Simalungun,” ungkap Roganda.

Ia menambahkan, negara perlu membuka mata untuk melihat kehadiran TPL yang tidak memberi manfaat apa-apa bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas Masyarakat Adat di kawasan Danau Toba.

***

Penulis adalah jurnalis rakyat dari Tano Batak, Sumatera Utara.

Tag : Tutup TPL Komnas HAM Tano Batak